Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi monster yang menakutkan di seluruh dunia. Berkaitan dengan itu, Komnas Perempuan dan UN Women beserta Komnas HAM mengadopsi kampanye Global 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan dengan menggulirkan kampanye #GerakBersama. Tujuannya, mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Berbagai kisah abuse yang dialami perempuan selalu menorehkan haru, tetapi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan tak pernah reda, malah meningkat. Berikut curahan hati seorang penyintas kekerasan domestik yang dituangkan dalam sebuah surat terbuka buat laki-laki yang telah melakukan abuse terhadapnya.
Surat terbuka buat laki-laki yag telah melakukan abuse padaku..
Tak pernah kubayangkan, aku bakal menjadi bagian dari angka statistik kekerasan domestik akibat perbuatanmu. Tak pernah kubayangkan, aku bakal tersesat dalam lingkaran kekerasan domestik yang kamu lakukan. Tak pernah kubayangkan, aku bakal menjadi korban kekerasan fisik, verbal, dan emosi yang kamu pamerkan. Kau hantam mukaku dengan kepalan tanganmu, kau cekik leherku, dan kau angkat aku di sudut kamar mandi.
Tak pernah kubayangkan, aku bakal mengandung anak dari laki-laki yang justru melakuan abuse kepadaku…
Tak pernah kubayangkan, aku duduk di sudut jalan ditemani seorang anggota polisi New Orleans yang membujukku supaya mau pulang ke rumahmu. Tak bakal sedikit pun aku merasa baik-baik saja sementara tubuhku yang tengah hamil kau seret sepanjang gang. Tak pernah sekalipun aku berharap mendatangi dokter mendadak demi mengecek apakah bayi dalam perutku baik-baik saja setelah kau siksa diriku habis-habisan. Tak pernah sekalipun terbayang aku yang dulu mandiri bisa jatuh ke pelukan seorang penipu, tukang narsis, dan laki-laki yang menghancurkan hidupku.
Tapi, inilah aku. Hampir 10 tahun kujalani masa kelam itu dan sekarang masih bernapas. Aku berhasil lepas dari cengkeramanmu.
Terakhir kali kamu menyiksaku, aku memutuskan pergi. Kukemasi barang-barangku saat kamu tak ada di rumah, lalu aku kabur. Aku pergi membawa bayi kita yang masih ada di dalam perutku. Orang-orang yang mendukungku menunggu dengan tangan terbuka. Mereka menemaniku melewati masa-masa sulit dengan penuh kasih.
Terakhir kali kamu menyiksaku secara fisik, aku memutuskan memilih jalan terbaik bagi bayi dalam perutku, dan juga buatku. Aku memilih pergi untuk meyakinkan bahwa bayi kita akan mendapat hidup yang lebih baik tanpa kehadiranmu.
Di sudut kamar mandi, kutumpahkan sisa air mata. Kuucapkan janji kepada bayi di perutku bahwa dia tidak akan kubiarkan tumbuh besar dengan pikiran bahwa hubungan yang penuh abuse itu normal. Tidak. Itu adalah hidup yang tidak normal.
Kujanjikan kepada bayi yang ada di perutku bahwa ia harus hidup dalam dekapan cinta dan rumah yang nyaman. Akan kulindungi bayiku dari kisah kelam tentang ayahnya yang menjadi pelaku kekerasan terhadap ibunya.
Aku tidak akan menyalahkan diriku. Aku berhasil lepas dari cengkeraman tanganmu dan kamu tak lagi bisa mengontrol hidupku. Tak akan pernah kubiarkan kamu membuatku merasa bersalah karena tindakanmu. Kamu gagal menunjukkan contoh baik kepada anak kita tentang bagaimana seharusnya seorang laki-laki memperlakukan seorang perempuan. Atau bagaimana seorang perempuan seharusnya berharap diperlakukan baik oleh laki-laki yang dicintainya.
Baca juga:Atasi Gangguan Kecemasan dan Stres, Ikuti 5 Tips Ini
Toh, aku berterima kasih, karena tanpa tindakan brutalmu, tak bakal aku menemukan kekuatan di dalam diriku. Tanpa siksaan yang kamu lakukan, barangkali aku tak punya nilai. Tanpa pukulan dan tendangan-tendanganmu, tak bakal bisa aku membuat janji kepada bayi kita bahwa hubungan yang sehat dan saling mencinta itu bukan hal yang mustahil.
Tanpa aksi abuse yang kamu lakukan, tidak bakal bisa aku menjadi seorang ibu, istri, perempuan, sahabat, saudara, atau seseorang seperti aku sekarang. Tanpa aksi abuse yang kamu lakukan, aku tak bakal mendapat karunia terbesar sepanjang hidup, yaitu buah hatiku, buah hati kita.
Buat kamu yang telah melakukan abuse kepadaku, tak pernah aku bayangkan bisa hidup dan menulis surat ini kepadamu. Tapi, inilah aku. Hidup dan bahagia.
Salam,
Salah seorang korbanmu