Woman shaming, baik mom shaming maupun body shaming, paling banyak dilakukan di media sosial (medsos).
Orang lebih berani melakukan shaming di medsos karena lebih mudah membentuk opini di medsos daripada secara langsung di kehidupan nyata. Lebih mudah mencari pembenaran-pembenaran, mencari teman-teman yang memiliki opini yang sama, sehingga shaming akan lebih gampang terbentuk.
“Pada saat seseorang melakukan shaming di medsos, ia sengaja mencari orang-orang yang memiliki opini yang sama dengannya. Jadi, membangun opini tertentu untuk melawan opini yang berbeda dari orang yang dishaming,” kata psikolog Tara de Thouars, M.Psi. Akhirnya, yang tejadi adalah perang pendapat yang tidak bakal ada ujungnya.
Baca juga: Apa, sih, Shaming Itu?
Tara menjelaskan, tidak dipungkiri setiap orang sebenarnya memiliki sisi "jahat" di dalam dirinya. Hanya saja, terkadang untuk mengeluarkan pikiran buruk secara langsung di kehidupan nyata tidak berani karena akan menerima konsekuensi langsung.
"Di medsos, konsekuensi yang diterima tidak langsung, tidak harus bertatap muka sehingga orang cenderung lebih berani," terangnya.
Baca juga: Mona Ratuliu Soal Body Shaming: Kurangi Komentar Enggak Perlu!
Lantas, kenapa orang lebih suka melakukan shaming di media sosial? Ada 2 alasan, yaitu:
1.Karena rasa tak nyaman (insecure)
Misalnya seorang ibu yang tidak bisa berkarier di luar rumah karena berbagai alasan. Maka, di media sosial ia akan pro pada perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga atau bekerja dari rumah.
Rasa tak nyaman atau insecure membuat mereka memberikan pendapat yang berlawanan atau melakukan shaming pada perempuan karier, atau sebaliknya.
Baca juga: Curhat Mayu Soal Body Shaming: Selama Lo Gendut, Enggak Ada yang Mau!
2.Sangat terkait dengan kultur
Di Indonesia khususnya, perempuan harus menjadi sosok yang selalu mengutamakan keluarga, terutama anak dan suami.
Jadi, ketika melihat perempuan lain lebih mandiri atau lebih individualistis sehingga terkesan melupakan urusan keluarga, ia akan melakukan shaming karena menganggap itu bertentangan dengan nilai-nilai kultural yang sudah ada.
Nah, daripada mempertajam perselisihan, apalagi sesama perempuan, yuk, segera #SudahiShaming bareng Kanya sekarang juga!