Perempuan itu makhluk multitasking. Mitos atau fakta?
Entahlah, tetapi waktu kecil saya menyaksikan ibu saya yang seolah punya delapan tangan. Begitu menangkringkan panci untuk menanak nasi –zaman itu belum ada ricecooker, dek—ia bersicepat menyiapkan lauk, memasak sayur, dan meracik sambal. Begitu nasi matang, lauk dan teman-temannya sudah siap.
Bapak saya? Boro-boro masak nasi sambil menggoreng telur, merebus air pun dipantengin. Saat menanak nasi, dia duduk manis di depan tungku. Seringkali sambil main gitar, tetapi jelas enggak sambil cuci baju atau cuci piring. “Soalnya kalau disambi wira-wira gitu sering lupa, terus nasinya gosong,” kilahnya.
Bagi ibu, sikap seperti itu buang-buang waktu. Ia sering mengajarkan pada saya untuk pintar nyambi-nyambi, “Sambil goreng tempe, cuci piring. Sambil nonton TV, kupas bawang.”
Apakah Ibu saya enggak pernah menggosongkan nasi dan menghanguskan tempe? Sering! Tetapi kalau enggak begitu, kerjaan enggak kelar, katanya.
Di zaman milenial ini, untunglah mesin banyak membantu ayah ibu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Mau masak nasi tinggal ‘cetek’, mau cuci baju tinggal pencet, mau bikin roti pun bisa pakai satu jari (siapa pun pencipta breadmaker, saya rasa dia layak dinobatkan sebagai pahlawan).
Seharusnya dengan segala mesin otomatis itu kita tinggal duduk ongkang-ongkang sambil mendongengi anak tanpa cerita nasi gosong, kan?
Enggak juga ternyata. Tempo hari saya berbagi pengalaman ‘oon’ saya dengan mesin-mesin ini di medsos. Saya menanak nasi dan lupa ‘nyetekin’ tombol, lalu satu jam kemudian pas mau makan, saya melongo menatap beras rendaman.
Setelah memasukkan baju ke mesin cuci, saya kerja di depan laptop. Beberapa menit kemudian saya bertanya-tanya mengapa tidak terdengar tidak mendengar bunyi khas ‘gluduk-gluduk’ mesin menggiling baju. Tentu saja, tombolnya belum saya pencet!
Giliran mau nyeduh teh, saya tangkringkan ceret dan yup, kompor tidak saya nyalakan. Lima belas menit kemudian, saya gagal menyesap teh hangat yang saya idamkan. Tetapi mungkin lebih baik begitu, karena bila saya ingat menyalakannya bisa jadi si ceret sudah bolong gara-gara saya lupa mematikannya.
Pernah saya merebus jagung lalu saya tinggal wara-wiri. Sepuluh menit kemudian saya mencium aroma manis jagung dan bertanya-tanya, “Siapa nih yang merebus jagung? Atau ada bakul jagung lewat?” Begitu sadar itu jangung SAYA, saya terperanjat. Astaga, kok bisa lupa!
Saya jadi gemas sendiri. Tinggal mencet tombol aja enggak beres! Lucunya adalah, karena berkali-kali lupa saya kadang bertanya pada diri sendiri bila hendak meninggalkan masakan di atas api. “Yakin bakal ingat?”
“Yakin,” jawab sisi kepribadian saya yang optimistis. “Aku enggak bakal lupa. Aku pasti ingat!”
Daaaan… tentu saja saya lupa! Habis gimana lagi, kadang-kadang postingan di Facebook begitu seru, anak-anak begitu menyita perhatian atau mendadak ada tetangga mampir lalu ngobrol asyik.
Baca juga: Beberes di Tahun Baru
Nah, saat saya bagikan pengalaman tadi lewat medsos, ternyata banyak yang ngangkat jari sambil berseru, “Me, too.” Dan ternyata enggak cuma emak-emak.
Seorang teman cerita ia justru menuangkan air keran ke gelas berisi bubuk kopi yang hendak diseduhnya. Yang lain menuliskan pernah dandan all-out dengan baju kece, tetapi begitu nyampai di mal tersadar ia pakai sandal jepit yang belang kanan kiri! Ada lagi yang ia ingat mencet tombol mesin cuci, tapi lupa menjemurnya.
Beberapa orang cerita mereka pergi ke warung, nunjuk ini dan itu, minta dibungkusin ini itu, tetapi giliran hendak bayar, mereka pengin tenggelam ke dasar bumi karena enggak bawa duit!
Kekonyolan mereka begitu menghibur dan melegakan dalam arti positif. Saya yakin itu terjadi karena kita memikirkan atau melakukan banyak hal pada suatu waktu. Dan itu sah-sah saja. Apalagi bila mengingat kata-kata ibu saya, “Kalau enggak begitu, kerjaan enggak kelar.” Meski kadang gara-gara multitasking … kerjaan yang harusnya justru cepat selesai, malah tambah panjang gara-gara terpaksa menggosok dasar panci yang penuh arang.
Niken Terate
Memulai debut sebagai penulis profesional sejak bangku kuliah. Telah menghasilkan belasan novel, cerpen, dan artikel. Baginya hidup terasa sempurna bila bisa menikmati teh hangat sambil ngobrol seru dengan orang-orang dekat.