“Kapan lulus kuliah?”
“Kapan nikah?”
“Kapan mau punya anak?”
“Kapan mau nambah anak?”
“Kapan punya cucu?”
Dan seterusnya.
Sekarang aku sedang di tahap “Kapan punya anak?” atau “Sudah isi belum?”. Aku kira, setelah lepas dari pertanyaan “Kapan nikah?” hidup akan lebih tentram, ternyata hanya hening sebentar. Pertanyaan ‘kapan’ yang dilontarkan orang selama kehidupan ini tak akan berhenti, hanya akan berganti.
Suatu hari aku bicara dengan ibuku via telepon kenapa dari sekian banyak pertanyaan yang bisa ditanyakan, orang memilih menanyakan ‘kapan’ sebagai topik basa basi.
Kata beliau, hal seperti itu tidak perlu terlalu dipikir apalagi sampai dimasukkan ke hati. Toh, mereka hanya sekadar tanya. Hampir semua orang mendapat pertanyaan serupa di hidupnya.
Baca juga: Beberes di Tahun Baru
Kalau dipikir-pikir, ternyata pertanyaan ‘kapan’ menentukan kita sedang di tahap kehidupan yang mana. Jadi, tiap kali mendengar pertanyaan dengan kata tanya ‘kapan’ aku senyum-senyum saja. Menikmati pertanyaan yang didapat sebelum akhirnya mendapat pertanyaan berbeda, meski kadang jenuh juga.
Tapi mau bagaimana lagi. Ada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, seperti munculnya pertanyaan-pertanyaan dari banyak orang. Tapi yang sudah pasti bisa kita kontrol adalah bagaimana bereaksi terhadap hal-hal tersebut. Lapang dan sempitnya hati tergantung diri sendiri.
Kalau kata ibuku, “Nikmati saja. Jawab seadanya kemudian minta doa. ‘Belum, mohon doanya ya…’ atau ‘Sudah, mohon doanya ya…’”
Bukankan dengan begitu banyak yang menanyakan berarti banyak yang mendoakan?
Sundari Hana Respati
IG @sundarihana
Blogger kelahiran Duri, 6 September 1992 yang menikmati kehidupan sebagai ibu rumah tangga baru. Selain aktif menulis di blog dan media sosial, lulusan S1 Gizi Kesehatan UGM ini sangat hobi nonton drama Korea.