Love as powerful as your mother’s for you leaves its own mark to have been loved so deeply .. will give us some protection forever.
J.K. Rowling

Hati-Hati, Pengin Terlalu Sempurna Tak Sehat, Lo

author
Hasto Prianggoro
Kamis, 17 Januari 2019 | 16:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

 

Pengin segalanya sempurna tentu baik. Tetapi, bisa juga tak sehat bagi mental dan fisik.

Pepatah lama bilang, segala yang berlebihan itu tidak baik. Begitu pun terlalu perfect alias selalu pengin segala sesuatunya sempurna, entah dalam hal karier, keuangan, penampilan diri, dan lain-lain. Meski begitu, perfeksonisme tak selamanya jelek, kok.

Menjadi positif ketika perfeksionisme menjadi motivasi menuju sukses. Misalnya, agar sukses dalam karier, kita harus bekerja keras dan belajar dari kesalahan. Bukan justru membuat down ketika target tak tercapai.

Baca juga: Sulit Mengingat? Cara Satu Ini Jauh Lebih Efektif, Lo

Sebaliknya, perfeksionisme yang tidak sehat (disebut juga maladaptive perfectionism) adalah ketika kamu menentukan target yang tinggi, bahkan terkadang mustahi, tetapi ketika gagal meraih target itu kemudian memberikan reaksi yang sangat negatif. Ini yang kemudian akan menyebabkan stres, perasaan cemas, takut gagal, gangguan makan, dan yang paling parah keinginan untuk bunuh diri.

Jika kamu termasuk seorang maladaptive perfectionist, sebaiknya lakukan antisipasi. Dengan begitu, perasaan-perasaan marah, takut, kecewa akibat kegagalan tadi tidak berlarut-larut. Yang terutama, jangan menyalahkan diri ketika gagal. Sadari bahwa target yang dipatok tidak mungkin tercapai. Buatlah target baru yang lebih realistis. Beri prioritas pada bidang yang memang penting lebih dulu.

| SHUTTERSTOCK

Atas nama kesempurnaan, mereka para maladaptive perfectionist seringkali mengorbankan kesehatan dan kebugaran hanya demi mengejar sukses. Mereka berhenti berolahraga, tidak memperhatikan menu makanan yang mereka santap, dan tidak pernah bergaul dengan lingkungan karena sangat sibuk mengejar sukses, biasanya dalam bidang karier.

Jika ini dibiarkan, maka risiko yang bisa terjadi adalah depresi dan selalu dihantui perasaan cemas. Jadi, mulailah untuk kembali berolahraga, pilih menu makan yang sehat, dan jangan lupa untuk bersosialisasi, baik dengan keluarga, teman maupun tetangga.

Yang tak kalah penting, jangan lupa untuk merayakan setiap proses yang sudah dilewati. Beri reward untuk diri sendiri. Makan di restoran kesukaan, membeli tas baru, atau menonton film box office bisa menjadi reward yang pas bagi diri sendiri.

 

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro