Berhubung Kanya.id sedang membahas tentang #PerempuanBisaBinis, aku jadi ingat pertama kali aku berbisnis. Hmm…sebenarnya ini lebih tepat disebut jualan daripada berbisnis.
1.Balada Balon Tiup
Waktu itu aku masih kelas 4 SD. Aku sekolah di salah satu SD Negeri yang muridnya mau tidak mau hafal nama anak satu angkatan, karena di angkatanku hanya ada satu kelas dan satu kelas itu berisi 40 murid.
Jumlah ruang kelas di sekolah kami tidak seberapa, jadi kelas 3 dan kelas 4 kebagian masuk jam 1 siang karena pagi hari kelas sudah penuh diisi kelas lain. Di siang hari hanya ada dua kelas tersebut.
Entah bermula dari mana, aku dan salah satu temanku mulai jualan balon tiup, yang ada sedotan kecil berwarna kuning itu lhoo…! Balon kami laris manis. Semua beli. Kami berdua merasa kaya raya menghitung keping-keping uang yang kami dapat.
Tapi, itu tidak berlangsung lama. Lantaran para murid menghabiskan uang jajannya untuk membeli balon kami, kantin yang rela buka sampai sore hari jadi sepi. Alhasil, suatu hari aku dan partner bisnisku waktu itu dipanggil ke ruang guru. Dinasihati macam-macam yang intinya untuk tidak lagi berjualan balon di sekolah. Kalau diingat lagi sekarang, jadi ingin ketawa. Tapi, cukup jadi pengalaman berharga.
Aku bahkan masih ingat rasanya dikepung banyak teman-teman, pada berdesakan agar tidak kehabisan balon yang kami bawa waktu itu. Rasa senang menghitung keping uang yang kami dapat sepulang sekolah. Tapi sayangnya, aku tidak ingat jumlah keuntungan dan ke mana hasil jualan yang kami dapatkan. Jadi penasaran…
Baca juga: Tips Keren Soal Bisnis Dari 9 Womenpreneur Dunia
2.Cerpen Cokelat Pahit
Setelah kesempatan dan semangat berjualan padam di kelas 4 SD, aku memulai lagi di bangku SMP. Sebenarnya aku tidak ingat pernah dapat uang dari apa yang aku lakukan ini sampai temanku bercerita tahun lalu.
Aku masuk SMP swasta dengan jumlah murid lebih banyak. Waktu itu satu angkatan terbagi enam kelas. Satu kelas berisi 30 murid. Aku mulai menemukan hobi menulis saat itu. Aku menulis cerita pendek, kisah cinta remaja sebatas imajinasi anak usia 13 tahun. Aku ingat salah satu cerpenku berjudul “Cokelat Pahit di Hari Valentine.” Berkisah tentang seorang anak perempuan yang menyukai seorang lelaki dan berencana mengungkapkan perasaannya melalui cokelat di bulan Februari.
Singkat cerita tokoh perempuannya salah paham dan jadi sakit hati pada tokoh lelaki. Tapi ia tetap membuat cokelat, tapi cokelat yang pahit sekali. Akhir ceritanya, ternyata tokoh laki-lakinya juga menyimpan perasaan yang sama dan sang perempuan merasa bersalah karena telah memberikan cokelat pahit tadi.
Cerpen itu aku cetak jadi dua halaman HVS ditambah satu halaman depan yang berisi judul dan gambar. Entah dari mana aku dapat ide itu. Aku bawa ke sekolah dan teman-temanku antre mau baca. Seingatku, aku hanya meminjamkan cerpen tersebut karena memang cuma aku cetak satu kali saja. Dan itu selesai di tahun pertama. Tahun kedua dan ketiga aku sudah tidak pernah lagi menulis cerita.
Tahun lalu, kami mengadakan reuni kecil-kecilan. Semua membuka lagi kenangan-kenangan yang kami lalui di masa remaja. Sampailah pada obrolan cerpenku yang sempat digandrungi teman-teman kala itu. Salah satunya nyeletuk, “Iya, aku inget tuh Hana dulu suka bikin cerpen. Terus kalau mau baca harus bayar seribu.” Aku membuka lebar mulutku, tak percaya. “Masaaaaaa??”
Ternyata dulu aku sudah mengenal quote Joker, “If you’re good at something, never do it for free.”
Baca juga: Video Tips Mengurus Anak Sambil Bisnis di Rumah ala 2 Womenpreneur
3. Gantungan Kunci Gadis Jepang
Setelah vakum dari berjualan tulisan, aku mulai dagang di kelas 2 SMA. Waktu itu kakakku sudah kuliah di Jatinangor. Waktu itu kami jualan gantungan kunci kayu dengan gambar gadis Jepang. Setiap kali kakakku pulang ketika masa liburan, ia membawa banyak sekali gantungan kunci untuk aku jual lagi. Jadi, aku bawa beberapa contoh, pas jam istirahat aku mulai berkeliling menawarkan gantungan kunci itu.
Lagi-lagi aku tidak begitu ingat berapa keuntungan yang aku dapat. Tapi jualan lumayan membuat aku mengenal lebih banyak orang. Karena aku tidak hanya menawarkannya pada teman seangkatan tapi juga ke kakak kelas dan adik kelas. Meski lupa berapa rupiah yang aku hasilkan, setidaknya aku bisa dapat banyak teman dan pengalaman.
Berjualan gantungan kunci ini juga tidak berlangsung lama. Masa-masa sekolah setelah itu aku habiskan untuk fokus mempersiapkan diri memasuki dunia perkuliahan.
Baca juga: 10 Kelebihan Perempuan Dalam Berbisnis
Semasa kuliah, aku sama sekali tidak menyentuh dunia jual beli. Salah satu penyesalan terbesar, tapi juga waktu itu aku paham kondisi karena merasa tidak cukup mampu membagi waktu, tenaga, dan pikiran.
Makanya, aku salut sama orang yang kuliah tapi juga bisa sambil buka usaha. Merasa ‘iri’ karena selain bisa menambah penghasilan, mereka juga cerdas dan berani mengambil risiko tanpa lupa tugas utamanya yaitu menuntut ilmu. Selain itu ketika berbisnis ada banyak hal yang tidak kita dapati di dalam kelas seperti kemampuan berkomunikasi dan memperluas jaringan pertemanan.
Hmm… enaknya ke depan aku mau jualan apa lagi, ya?
Sundari Hana Respati
IG @sundarihana
Blogger kelahiran Duri, 6 September 1992 yang menikmati kehidupan sebagai ibu rumah tangga baru. Selain aktif menulis di blog dan media sosial, lulusan S1 Gizi Kesehatan UGM ini sangat hobi nonton drama Korea.