A father holds his daughter’s hand for a short while, but he holds her heart forever.
Unknown

Bekerja di Rumah: Lebih Dari Sekadar Manajemen Waktu

author
Puty Puar
Senin, 11 Februari 2019 | 12:00 WIB
SHUTTERSTOCK |

Salah satu hal yang banyak salah dimengerti orang ketika saya bilang kalau saya bekerja dari rumah adalah, “Wah, enak ya, bisa kerja sambil mengurus anak dan rumah.” Yup, memang betul saya mengurus anak di rumah, namun bukan artinya saya melakukan semuanya dalam waktu yang bersamaan dan tanpa bantuan.

Hampir setiap kali saya mengadakan sharing session bersama ibu-ibu, muncul pertanyaan: “Bagaimana sih Mbak membagi waktunya agar bisa bekerja dan berkarya? Kok rasanya waktu dan energi saya sudah habis dengan urusan domestik.” Respon saya selalu, “Ibu anaknya berapa? Usia berapa? Apakah punya asisten di rumah?” Banyak yang menjawab, “Anak 2, usia balita, nggak ada asisten.”

Loh, ini mau tanya tips bagi waktu atau mau tanya caranya untuk jadi The Flash yang bisa bergerak super cepat dan mengerjakan semuanya dalam 24 jam? Heheheh.

Bagi saya bekerja di rumah bukan semata-mata soal membagi dan mengatur waktu. Sering kali ibu-ibu memiliki bayangan bahwa bekerja di rumah artinya bisa membagi 24 jam untuk semua tugas rumah tangga, mengasuh anak, dan bekerja. Padahal selain waktu, ibu yang bekerja di rumah (atau saya sering menyebutnya WAHM alias Working at Home Mom) juga harus mengatur prioritas, mood, energi, keuangan, maupun sumber daya manusia.

Manajemen Energi dan Mood

Jika kita mau berhitung, secara teoritis kita bisa kok memampatkan semua jadwal dalam 24 jam, namun berdasarkan pengalaman saya energi dan mood untuk bekerja profesional akan sangat terbatas jika semua pekerjaan domestik dikerjakan sendirian. Hal ini saya alami kalau asisten rumah tangga saya pulang kampung. Rasanya kalau pun ada waktu tambahan, saya ingin istirahat. Dipaksa bekerja pun, inspirasi nggak keluar. Di sini lah pentingnya manajemen energi bagi WAHM.

Baca juga: Tips Keren Soal Bisnis Dari 9 Womenpreneur Dunia

Manajemen Keuangan dan Sumber Daya Manusia

Bagi saya, asisten rumah tangga di rumah saya adalah tim SDM saya. Saya tetap mengatur waktu dan beban pekerjaan beliau agar tidak terlalu berat. Belakangan saya juga memutuskan untuk berlangganan jasa katering agar asisten rumah tangga saya bisa fokus menjaga anak saya saat saya meeting, event atau berada di ruang kerja.

Hal ini tentu berhubungan juga manajemen keuangan. Berdasarkan pengalaman saya, manajemen keuangan apalagi dengan pemasukan yang tidak tetap adalah hal yang menantang. Bagaimana saya harus membaginya ke dalam pos-pos tertentu, mana yang harus digabung dengan pemasukan dari suami, mana yang harus saya sisihkan untuk biaya operasional saya sendiri, dan seterusnya.

Kembali ke soal katering, keputusan ini merupakan contoh manajemen energi, sumber daya manusia dan keuangan. Misalkan untuk memasak dan menyiapkan makanan saya membutuhkan waktu 4 jam per hari. Saya kemudian berhitung berapa besar value yang akan saya dapat jika 4 jam tersebut saya gunakan untuk bekerja secara professional.

Baca juga: Video Tips Mengurus Anak Sambil Bisnis di Rumah ala 2 Womenpreneur

Manajemen Rasa Bersalah

Selain yang sudah saya sebutkan di atas, ada hal yang sering saya sebutkan sebagai manajemen rasa bersalah, atau kerennya: guilt management. Saya sering memperhatikan kalau ibu-ibu sering dilanda perasaan bersalah, apapun pilihannya. Kerja di kantor, merasa bersalah jarang ketemu anak. Jadi ibu rumah tangga, merasa bersalah juga kalau dibilang ijazahnya nganggur. Bekerja di rumah pun, rasa bersalahnya besar loh: sudah kerja di rumah, tapi tetap harus sering menolak kalau diajak main anak.

Menurut saya, rasa bersalah ini bisa jadi motivasi bagi kita. Namun jika tidak dikelola dengan baik, rasa bersalah ini bisa menjadi kontra-produktif. Saat kerja malah memikirkan anak, tapi saat bermain dengan anak malah memikirkan pekerjaan. Oleh karena itu, penting juga untuk menerima ketidak sempurnaan kita; bahwa ada masanya kita harus menolak ajakan anak untuk main, dan bisa jadi ada masanya pula ‘karir’ kita tidak berkembang pesat karena memprioritaskan anak dan keluarga.

 

 

Puty Puar

Mom, illustrator, blogger

@byputy

 

Penulis Puty Puar
Editor Ratih Sukma Pertiwi