Sally Pickles (54) dan Graham Hoare (51) sama-sama menderita kanker. Namun, penyakit mematikan itu justru membuat cinta mereka makin kuat.
Ketika pertama kali bertemu di bulan November 2010, Sally Pickles (54) dan Graham Hoare (51) tidak sedang mencari pasangan. Sally, resepsionis di sebuah pusat kebugaran, sementara Graham adalah salah satu member di pusat kebugaran tersebut dan selalu menyempatkan diri untuk bercakap dengan Sally setiap kali datang.
“Kami punya banyak kesamaan, suka berolahraga, sama-sama dua kali bercerai dan punya 2 anak yang usianya sepantaran. Jadi, ketika dia pertama mengajakku makan malam, tak ada perasaan apa-apa,” aku Sally. Graham sendiri baru saja mengalami perceraian yang sangat pahit dan hanya pengin curhat kepada seseorang yang mau mendengar, dan bukan mencari pasangan.
Namun, yang terjadi, malam itu keduanya asyik mengobrol hingga larut malam. “Kami orang terakhir yang meninggalkan restoran. Sampai-sampai kami diminta pergi karena restoran sudah mau tutup, saat itu jam 2 pagi,” kata Graham yang mengaku merasa cocok dengan Sally, begitu pun sebaliknya.
Setelah berkencan selama 3 bulan, mereka pun menjadi pasangan harmonis. Graham adalah pria menyenangkan yang sering memberi Sally kejutan. “Kami selalu tertawa setiap hari, kami suka berjalan-jalan, liburan ke Itali dan Wales. Pokoknya kami sangat beruntung bisa bertemu,” kata Sally.
Setelah dilakukan biopsi, diagnosa dokter sangat menngejutkan: Sally menderita kanker kulit. “Ketika kecil, aku suka berpanas-panasan tanpa sunscreen. Waktu itu aku nggak tahu ternyata akibatnya bisa seperti ini,” kata Sally yang sedikit lega setelah dokter menjelaskan bahwa 42 orang didiagnosa menderita kanker kulit setiap hari di Inggris.
Ketika Sally memberitahu Graham, pria itu tercekat dan tak bisa apa-apa. “Dia menangis di pangkuanku dan yang bisa kulakukan hanyalah memegang tangannya,” aku Graham.
Bulan Juni 2015, Sallly menjalani operasi untuk membuang kulit yang terkena kanker. “Selama 3 minggu lenganku diperban. Graham lah yang membantuku mengerjakan semuanya, mulai dari membantuku menyisir rambut, memakai baju, memasak, mengantarku kemana-mana. Dia sungguh luar biasa, meskipun tak begitu ahli menyisir rambut,” kata Sally tertawa.
Di saat itu, gantian Graham yang mengalami masalah. Ia sering merasa kelelahan seolah tenaganya terkuras habis padahal tidak melakukan aktivitas berat. “Aku juga merasakan testikel kananku terasa panas. Memakai celana rasanya juga tak nyaman,” lanjut Graham yang kemudian memutuskan pergi ke dokter tanpa sepengatahuan Sally yang sedang dalam masa recovery setelah operasi.
Sepanjang perjalan ke dokter, Graham membesarkan hatinya sendiri, bahwa dia baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Graham menjalani serangkaian tes dan scan, dan setelah kondisi Sally stabil, dia memberitahu soal kondisinya. “Rasanya cobaan tak pernah berhenti. Baru saja aku lepas dari penyakit, sekarang giliran Graham,” kata Sally.
Februari 2016, Graham menjalani operasi pengangkatan prostat. “Sulit melihat Graham yang biasanya bugar, hobi marathon, kini berjalan pun sulit. Tapi dia sama sekali tak mengeluh,” puji Sally. “Keluarga dan anak-anak sangat pehatian dan memberi dorongan semangat, tapi hanya orang yang pernah mengalami kanker lah yang tahu persis apa yang dialami penderita kanker. Dan orang itu adalah Sally,” kata Graham tak kalah memuji pasangannya itu.
Pertarungan mental itu sungguh melelahkan tetapi Sally dan Graham pantang menyerah. Keduanya rajin melakukan tes dan akhirnya dinyatakan bebas dari sel-sel kanker. “Kanker membuat cinta kami makin kuat,” kata Sally. “Kini kami lebih memahami arti cinta dan kehidupan. Tak ada yang kami inginkan selain menghabiskan waktu berdua dalam kebahagiaan,” lanjut Graham yang ikut lomba lari marathon Great Noth Run, 220 hari setelah operasi.