Ola! Di tengah hebohnya pecinta drama korea, beberapa hari terakhir ini aku mencoba arus yang berbeda. Kembali ke masa lalu, nonton serial TV yang dirilis di akhir tahun 2006, Ugly Betty (adaptasi dari seri telenovela Yo Soy Betty, La fea).
Bagi kamu kawula muda yang belum tahu, aku kasih tahu sedikit. Ugly Betty adalah film drama seri TV Amerika Serikat yang berkisah tentang seorang wanita muda biasa, berpenampilan kurang menarik, berkacamata lebar, dan berkawat gigi, namun bekeja di majalah fesyen yang sangat popular sebagai asisten editor-in-chief. Meskipun penampilan Betty tidak seperti rekan kerjanya yang lain, Betty adalah seseorang yang cerdas, pekerja keras, dan percaya diri.
Nah, di awal cerita Betty masih tinggal serumah dengan Ayah dan kakak perempuannya di pinggiran kota. Setelah mendapat kerja dan merasa cukup mampu membiayai hidupnya sendiri, ia memutuskan untuk pindah ke apartemen di dekat kantornya yang berada di tengah kota.
Betty merasa sudah waktunya ia hidup mandiri. Meskipun sang Ayah merasa anaknya belum siap, tapi Betty tetap teguh dengan keputusannya karena merasa itu adalah keputusan yang tepat dan dapat membantunya tumbuh dewasa. Tapi ternyata hidupnya tidak seperti apa yang dibayangkannya. Ia mengalami banyak hal yang akhirnya membuat ia merasa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang salah.
Ibaratnya nih, si Betty lagi mengalami quarter life crisis, karena mulai kehilangan arah , galau dan ragu atas keputusan yang sudah diambil, yah, kayak kebanyakan anak usia 20an rasakan gituuuu…
Baca juga: 7 Tips Agar Tampil Percaya Diri di Kantor
Akhirnya Betty mendatangi Ayahnya, curhat. Bagian percakapan ini sangat menarik.
“Banyak hal yang menimpaku. Aku bersikap naïf. Aku pikir aku akan tumbuh dewasa dalam perjalanan ini, tapi jelas, belum. Aku bahkan mengalami kemunduran dalam hal pekerjaan, tertipu oleh pemilik apartemen, banyak lagi kejadian yang bahkan tak tega aku ceritakan padamu,” ujar Betty dengan wajah yang udah kayak sedih banget, putus asa. Ayah Betty tersenyum, kemudian berkata.
“Kau benar. Tak bisakah kau lihat? Kau sedang melakukannya sekarang. Tumbuh dewasa bukan tentang membuat keputusan yang tepat. Ini tentang berurusan dengan keputusan yang telah kau buat dan bangkit kembali. Ini tidak akan mudah, Tapi aku mengenalmu, Betty. Kau bisa melakukannya.” Ayah Betty meletakkan tangannya di bahu Betty, kemudian melanjutkan percakapannya, “Sekarang, hal-hal ini, momen ini, this is growing up.”
Tanpa sadar aku mengangguk. Ada kalanya kita merasa sudah cukup dewasa dan siap melawan dunia, merasa percaya diri dengan keputusan yang ada di tangan, tapi ada kalanya kita tersandung dan merasa dihujani keraguan atas keputusan sendiri. Mempertanyakan berulang kali tentang kehidupan yang sedang kita jalani atau mempertanyakan kembali arah yang sedang kita tuju.
Baca juga: Pentingnya Bonding Ayah-Anak, Berikut 5 Pilihan Aktivitasnya
Dan saat Betty menemui Ayahnya untuk mencurahkan apa yang sedang ia rasa, aku juga jadi teringat akan satu hal, bahwa orang tua selalu bisa jadi tempat berteduh dikala hati merasa gaduh. Melihat adegan itu, aku malah jadi kangen pulang ke rumah Bapak Ibuku.
Oh iya, kondisi tiap keluarga berbeda. Tidak semua punya hubungan yang baik dengan Ayah dan Ibunya, atau dikelilingi kecanggungan sehingga tak pernah menjadikan orang tua tempat bercerita. Tapi, semoga kalian dapat satu momen untuk saling mendekat atau kembali dekat.
Semoga perjalananmu yang penuh lika-liku mendewasakanmu, ya. Mengulangi kata-kata Ayahnya Betty, “Growing up is not about making the right decision. It’s about dealing with the decisions you’ve made and picking yourself up. It’s not easy. But you can do it.”
Sundari Hana Respati
IG @sundarihana
Blogger kelahiran Duri, 6 September 1992 yang menikmati kehidupan sebagai ibu rumah tangga baru. Selain aktif menulis di blog dan media sosial, lulusan S1 Gizi Kesehatan UGM ini sangat hobi nonton drama Korea.