A father holds his daughter’s hand for a short while, but he holds her heart forever.
Unknown

3 "Jebakan" Parenting Yang Wajib Dihindari Orang Tua

author
Hasto Prianggoro
Rabu, 27 Maret 2019 | 19:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

 

Parenting atau pengasuhan anak sudah setua peradaban manusia dan masih terus berkembang.

Beberapa kondisi yang sering muncul dalam hal pengasuhan anak juga seringkali menjadi “jebakan” bagi orangtua sehingga pola asuh menjadi tidak tepat. Misalnya, justru membuat anak melakukan perilaku-perilaku negatif. Jika tidak dikoreksi, lama-lama ini akan menjadi kebiasaan.

1. Terpancing emosi

Bisa muncul dari anak. Misalnya anak meminta sesuatu (permen, mainan, dan sebagainya), lalu orang tua melarang dengan mengatakan, “TIdak, kan kamu bau saja makan cokelat..,” atau, “Kan, kamu baru minggu lalu beli mainan baru..”

Anak pun kemudian merajuk atau tantrum sehingga orang tua akhirnya mengalah dan mengabulkan permintaan anak. Kondisi ini akan membuat anak belajar bahwa agar dia mendapatkan apa yang dia minta, salah satu caranya adalah dengan menangis, berteriak-teriak, dan sebagainya. Dan ketika di lain waktu orang tua kembali mengatakan “Tidak,” anak akan mengulang cara yang sama.

“Jebakan” ini juga bisa muncul dari orang tua. Misalnya, anak diminta membereskan mainan atau berhenti menonton TV tetapi anak tak beranjak. Orang tua kemudian mengulang perintah tetapi anak masih juga belum mengindahkan.

Akibatnya, orang tua kesal dan kembali mengulang permintaan dengan nada tinggi. Barulah anak kemudian merespons. Kondisi ini akan membuat anak tahu bahwa mereka tidak harus mengikuti perintah sebelum orang tua berteriak. 

Sebaiknya, orang tua konsisten dan tegas, tetapi tetap dengan pembawaan tenang tatkala meminta anak melakukan sesuatu.

Baca juga:  5 Tips Membesarkan Generasi Alfa

2. Perilaku anak bagian dari fase tumbuh kembang

“Jebakan” kedua adalah ketika anak berulah dan orang tua menganggapnya sebagai hal wajar yang akan hilang dengan sendirinya. Orang tua berpikir, “Ah, memang lagi fasenya anak lagi begini..” Misalnya, anak memukul temannya saat bermain bersama.

Orang tua beranggapan itu bagian dari fase perkembangan yang harus dilalui anak. Padahal, respons cepat orang tua sangat menentukan seberapa cepat kebiasaan buruk ini akan hilang dari anak. Jika tak ada yang mengingatkan anak atau mengintervensi, anak akan belajar bahwa apa yang mereka lakukan tidak salah, bahkan membuat mereka malah menjadi pusat perhatian. 

Apa yang harus dilakukan? Hampir semua anak akan memukul, menggigit, dan mengambil mainan temannya karena mereka sedang mengeksplorasi lingkungannya. Yang penting oran gtua memberikan respons di saat yang tepat sehingga anak tahu bahwa perilakunya itu ada batasnya. 

Anak harus diberitahu batas mana yang boleh dan mana yang tidak, beri pujian ketika anak menunjukkan perilaku positif.

3. Curiga anak sengaja berpolah negatif

“Jebakan” ketiga ini merupakan catatan bagi oran gtua yang keburu menilai anak secara sengaja melakukan perilaku negatif untuk “ngerjain” orang tua. Misalnya, anak tak juga beranjak ketika diminta melakukan sebuah tugas, lalu orang tua berpikir, “Wah, dia sengaja memancing-mancing biar Bunda kesal..”

Yang harus diperhatikan, bisa jadi anak punya kesulitan mengelola emosinya. Jika oran gtua menganggap perilaku itu sengaja dilakukan untuk membuat kesal, kemungkinan respons oran gtua adalah memberi emosi negatif. Ingat, anak belum mengembangkan kontrol diri seperti yang dimiliki orang dewasa. 

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro