We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.
Franklin D. Roosevelt

9 Tahun Merawat Ibu Kandung Tanpa Memberitahu Identitas

author
Hasto Prianggoro
Minggu, 31 Maret 2019 | 12:00 WIB
| DAILY MIRROR

Bertahun-tahun perempuan ini gelisah memikirkan siapa ibu kandungnya. Setelah bertemu, ia tak langsung memberitahu siapa dirinya yang sebenarnya.

 

Tumbuh di panti asuhan Father Hudson’s Homes di Birmingham, Inggris, Phyllis Whitsell (62) selalu bermimpi bisa bertemu dengan ibu kandungnya. Pengasuh panti asuhan selalu bilang, ayah kandungnya meninggal saat dirinya dalam kandungan. Sang ibu pun menyusul 6 bulan kemudian. Tapi semua cerita itu tak membuat Phyllis puas. Hatinya gelisah.

Phyllis diserahkan ke panti asuhan sejak usia 8 bulan. Di usia 4 tahun, dia diadopsi oleh sebuah keluarga dari Erdington. Tapi, pikirannya masih selalu digelayuti bayangan ibu kandung yang tak ia ketahui identitasnya. “Aku yakin betul, ibu kandungku masih hidup. Tak ada seorang ibu yang menyerahkan anaknya untuk diadopsi kecuali dia memiliki masalah,” kata Phyllis.

Keluarga yang mengadopsinya memang sangat baik dan memberikan yang terbaik buat Phyllis. Tetapi Phyllis selalu merasa dirinya berbeda dibandingkan saudara-saudaranya yang lain. Tahun 1981, saat berusia 25 tahun, Phyllis memutuskan mencari siapa sosok ibu kandungnya.

| Phyllis remaja | BIRMINGHAM MAIL
Phyllis pun memutuskan kembali ke Birmingham dan bekerja sebagai perawat. Da menikah dan kemudian hamil. Di saat itu, Phyllis kembali menyambangi panti asuhan dimana dia dibesarkan selama 4 tahun dan menemukan fakta bahwa ibunya adalah seorang perempuan Irlandia yang punya banyak masalah. Nama ibu kandungnya Bridget Mary Larkin dan lebih dikenal dengan sebutan Tipperary Mary.

Kisah hidup Bridget memang tak pernah jauh dari masalah. Kedua orangtuanya meninggal ketika dia remaja. Bridget dan adiknya kemudian diasuh kakak laki-laki yang justru kerap melakukan kekerasan kepadanya. Bridget kemudian pergi ke Coventry dan menjadi seorang pecandu alkohol. Bridget memiliki 5 anak dari 5 laki-laki berbeda, semua anaknya diadopsi atau diserahkan ke panti asuhan.

Phyllis sendiri sempat dibesarkan oleh Bridget, tetapi kemudian ditinggalkan di sebuah pub saat Bridget mabuk berat. “Meskipun pemabuk, ibu tetap merawatku dan merasa aku tak seharusnya menderita. Itu sebabnya dia kemudian menyerahkannya ke orang yang lebih mampu memberiku kehidupan yang lebih baik,” kata Phyllis mengenang sang ibu. Bridget beberapa kali mengunjungi Phyllis di panti asuhan.

| Bridget di tahun 1997 | DAILY MIRROR
Phyllis kemudian mendapat bantuan dari seorang staf panti untuk mencari sang ibu, dan menemukan sang ibu dalam kondisi mengenaskan. Bridget dikenal sebagai ‘si tua gila Tipperary Mary’ ditemukan di sebuah rumah kosong di kawasan kumuh Birmingham. Kerjaan sehari-harinya selain mabuk adalah meneriaki orang-orang yang lewat di jalan dengan kata-kata kotor.

Staf panti meminta Phyllis tidak berhubungan lagi dengan Bridget karena khawatir bisa berdampak buruk pada dirinya dan kehamilannya. Begitu juga suaminya, Stephen, awalnya menolak keinginan Phyllis untuk mendatangi ibunya. Tapi Phyllis bersikeras. “Dia adalah ibu kandungku. Aku akan mendatanginya apapun yang terjadi,” kata Phyllis.

Setelah melahirkan dan si kecil Stewart berusia 2 bulan, Phyllis mendatangi Bridget. Dia datang dengan mengenakan seragam perawat agar Phyllis tidak curiga. “Aku memutuskan tidak akan mengenalkan diri lebih dulu,” kata Phyllis. Begitu bertemu Bridget, Phyllis terperangah. “Dia duduk di tangga sambil menatap dengan tatapan mata kosong, mukanya bengkak, entah karena berkelahi atau jatuh.”

| Bridget di tahun 2001 | BIRMINGHAM MAIL
Bridget tak begitu memedulikan kehadiran ‘perawat’ tersebut dan setelah beberapa saat dia mulai bercerita tentang anak yang dia tinggalkan di panti asuhan. “Jantungku berdegup kencang begitu dia bercerita tentang diriku. Dia masih ingat tanggal lahirku dan nama panti asuhannya. Setelah beberapa saat, aku pamit dan berjanji akan kembali lagi.”

Phyllis kemudian rutin mengunjungi Bridget seminggu sekali, tetap dengan baju perawat. “Di dalam hati sebetulnya aku sudah tak tahan dan ingin memeluk ibu, tapi aku tahan,” kata Phyllis. Mereka kemudian sering menghabiskan waktu bersama, makan di luar, jalan-jalan.

Selama 9 tahun, Phyllis merawat ibu kandungnya dengan tetap merahasiakan identitasnya. Tetapi kemudian kondisi kesehetan Bridget mulai menurun dan demensia. Phyllis sadar dia harus cepat-cepat mengaku dan menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya kepada Bridget. JIka tidak, dia tak bakal punya kesempatan lagi.

| ISTIMEWA
Ketika Phyllis akhirnya mengeku kepada Bridget, “Demensianya sudah cukup parah, jadi ibu hanya memandangku dengan ekpresi kosong. Aku sedih dan merasa bersalah, kenapa tidak memberitahunya lebih cepat..”

Bridget meninggal di usia 62 tahun dan Phyllis satu di antara segelintir orang yang menghadiri pemakamannya. “Aku pengin menceritakan kisah ibuku. Tak ada orang yang sengaja memilih hidup seperti itu. Pasti ada alasannya. Mudah memang menilai jelek seorang pemabuk, tapi dia ibuku dan aku pengin menunjukkan sisi lain hidupnya,” kata Phyllis yang kemudian menulis buku tentang ibunya berjudul A Song For Bridget (2018), yang merupakan prekuel dari memoir berjudul Finding Tipperary Mary yang ditulisnya tahun 2016.

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro