When I get up and work out, I’m working out just as much for my girls as I am for me, because I want them to see a mother who loves them dearly, who invests in them, but who also invests in herself. It’s just as much about letting them know as young women that it is OK to put yourself a little higher on your priority list.
Michelle Obama

Bahaya Cyberbullying, Cermati Gejala-gejala Anak Jadi Korban

author
Hasto Prianggoro
Rabu, 3 April 2019 | 17:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat menjadikan akses ke internet menjadi sebuah kebutuhan, termasuk bagi anak-anak. Orangtua harus mengawasi dan mendampingi anak saat menggunakan gadget dan mengakses internet supaya tidak menjadi korban cyberbullying.

 

Cyberbullying adalah penggunaan teknologi, khususnya media sosial melalui gadget, untuk menghina, mengancam, menyebarkan foto atau teks tak senonoh, dan mempermalukan orang lain. Cyberbullying bisa terjadi dimana saja selama 24 jam, sepanjang masih memiliki akses ke komputer maupun gadget. 

Cyberbullying kini menjadi ancaman bagi anak-anak karena dampaknya yang bisa sangat serius. Performa akademis bisa menurun, anak merasa tertekan, cemas, depresi, bahkan bisa memicu keinginan untuk bunuh diri saking depresinya. 

Cyberbullying bisa diketahui dengan cepat jika anak memberitahu atau menunjukkan pesan, twit, atau respons pembully dari status di media sosial kepada orangtua atau sekolah. Namun, sebagian anak korban cyberbullying tak mau bercerita kepada orangtua maupun pihak sekolah, biasanya karena mereka malu atau takut tak boleh lagi memegang gadget. 

Baca juga: Anak Introvert? Bantu Atasi Dengan 5 Tips Ini

Orangtua harus mencermati perubahan perilaku atau emosi anak, apalagi jika muncul setelah anak mengakses internet atau media sosial. Tanda-tanda anak mengalami cyberbullying antara lain gangguan emosi selama atau setelah mengakses internet atau memakai gadget, anak menjadi sangat tertutup, serta menarik diri dari keluarga dan teman. 

Selain itu, anak juga menjadi moody, mudah marah, pola makan dan pola tidur terganggu, terlihat gugup saat menerima pesan di gadgetnya, serta tak mau diajak berbicara soal aktivitasnya bermain internet atau gadget.

Orangtua harus memberikan support dan rasa aman begitu tahu anak menjadi korban cyberbullying. Jika ada, ceritakan pengalaman cyberbullying yang pernah dialami untuk membantu anak supaya tidak merasa sendirian menjadi korban. Beritahu anak bahwa apa yang ia alami bukanlah salahnya. Beri anak pujian ketika dia berani dan memilih memberitahu orangtua tentang cyberbullying yang dia alami. Pastikan bahwa anak merasa aman karena orangtua akan membantunya menyelesaikan persoalan.

| SHUTTERSTOCK
Orangtua sebaiknya memberitahu pihak sekolah tentang situasi yang dialami anak. Banyak sekolah atau institusi pendidikan yang memiliki kebijakan tersendiri ketika menghadapi kasus cyberbullying yang dialami anak didiknya. Namun, sebelum melapor ke pihak sekolah, anak sebaiknya diberitahu lebih dulu karena ini akan mebutuhkan kerjasama anak juga.

Minta anak untuk tidak merespons pelaku karena malah akan membuat situasi semakin tidak baik. Yang penting, simpan atau screenshot pesan, gambar atau teks dari pelaku untuk dijadikan bukti. Blok akun pelaku sehigga dia tak bisa lagi mengirim pesan atau gambar ke anak. Untuk sementara orangtua bisa membatasi akses anak ke gadget atau internet. Jika anak memakai PC atau laptop, minta dia mengakses di ruang keluarga yang bisa terlihat. Awasi juga media sosial atau situs mana yang diakses anak. 

Ikuti akun media sosial anak, meski kadang-kadang akun di-private oleh anak. Jadikan ini sebagai kesepakatan dengan anak, yakni anak boleh memiliki akun media sosial asal orangtua boleh memfollow atau tahu passwordnya. Secara berkala, orangtua bisa melakukan “patroli” ke akun media sosial anak untuk melihat aktivitas online anak. Yang paling utama adalah orangtua harusmenjalin komunikasi yang erat dengan anak supaya anak bisa terbuka ketika mengalami cyberbullying.

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro