Imunisasi sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Namun, ada banyak mitos salah mengenai imunisasi yang harus dipahami orang tua dan masyarakat pada umumnya. Berikut 6 mitos keliru tentang imunisasi menurut WHO seperti dikutip laman idai.or.id.
Mitos 1
Vaksin memiliki efek samping jangka panjang yang belum diketahui. Vaksinasi bisa berakibat fatal.
Salah. Vaksin itu aman. Kebanyakan reaksi vaksin bersifat minor dan sementara, seperti nyeri pada tempat penyuntikan/lengan atau demam ringan. Masalah kesehatan serius atau berat sangat jarang terjadi dan diinvestigasi serta dimonitor secara ketat. Orang-orang jauh lebih berisiko untuk sakit parah akibat terinfeksi penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin daripada karena vaksin.
Mitos 2
Vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) serta vaksin polio menyebabkan sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome atau SIDS).
Salah. Tidak ada hubungan sebab akibat antara pemberian vaksin dengan kematian mendadak pada bayi. Namun demikian vaksin mulai diberikan pada masa ketika bayi mengalami SIDS. Dengan kata lain, kejadian SIDS hanya kebetulan terjadi saat vaksinasi dan akan tetap terjadi meskipun anak tidak divaksinasi.
Mitos 3
Memberikan lebih dari 1 vaksin dalam waktu bersamaan dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping berbahaya yang dapat membebani sistem imun anak.
Salah. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa memberikan beberapa vaksin pada waktu yang bersamaan tidak berpengaruh terhadap sistem imun anak. Seorang anak lebih banyak terpapar antigen dari selesma atau nyeri tenggorok daripada oleh vaksin. Keuntungan menerima beberapa vaksin sekaligus adalah mengurangi jumlah kunjungan ke dokter sehingga menghemat waktu dan uang. Anak-anak juga lebih pasti mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan sesuai jadwal.
Baca juga: 6 Tips Sederhana Untuk Meredakan Nyeri Bayi Setelah Divaksin
Mitos 4
Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya.
Salah. Thiomersial adalah bahan organik, senyawa yang mengandung merkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Thiomersial telah digunakan secara luas sebagai pengawet vaksin multidosis. Tidak ada bukti yang menunjukkan jumlah thiomersial alami vaksin berisiko pada kesehatan.
Mitos 5
Vaksin menyebabkan autisme.
Salah. Tahun 1998, masyarakat sempat dihebohkan oleh hasil sebuah studi yang menyatakan terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Belakangan terbukti bahwa studi ini salah dan sudah ditarik oleh jurnal yang menerbitkannya. Sayangnya, publikasi ini telanjur membuat publik panik dan membuat cakupan imunisasi menurun yang diikuti kejadian luar biasa campak, rubella, dan gondongan. Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara vaksin MMR dengan autisme.
Mitos 6
Lebih baik kebal melalui penyakit daripada vaksin.
Salah. Vaksin berinteraksi dengan sistem imun tubuh untuk menghasilkan respons imun yang sama dengan respons imun infeksi alamiah, tetapi vaksin tidak dapat menyebabkan sakit atau membuat seseorang menderita komplikasi. Sebaliknya, dampak yang didapat dari infeksi alamiah bisa berakibat fatal. Misalnya Hib bisa menyebabkan retardasi mental, rubella menyebabkan cacat bawaan lahir, virus hepatitis B menyebabkan kanker hati, atau kematian akibat campak.