To her, the name of father was another name for love.
Fanny Fern

Perempuan (Harus) Antihoaks

author
Ken Terate
Sabtu, 4 Mei 2019 | 20:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

“Hati-hati dg yang suka sayuran… hendaknya dicuci bersih…dibagian yang tengahnya lubang hendaknya di belah… yang ditakutkan ada telor lintah… dmn telor lintah nggak bisa mati walau sudah direbus sampai air mendidih … apalagi cah kangkung yang biasanya kangkungnya masih kriuk-kriuk..blm masak betul/belum nyunyut…”

Hedeh. Saya hanya bisa menepuk jidat kala membaca broadcast hoaks itu –kalimat saya salin sepersis mungkin dari sumbernya--. Dari sekian banyak hoaks (pembalut bikin kanker rahim hingga handphone bisa mematangkan telur) hoaks lintah dalam kangkung termasuk salah satu yang awet.

Saya sudah mendapati hoaks ini sejak zaman mailing list! Itu sepuluh atau lima belas tahun lalu. Hoaks ini kukuh melintas zaman lewat Facebook, BBM, lalu kemudian WAG. Narasinya serupa, cuma tokoh dan gambarnya gonta-ganti. Suatu saat tokohnya cewek Vietnam, lain kali cowok dari Solo. Gambarnya kadang perempuan yang terbaring di meja operasi, kadang usus penuh lintah.

Saya ingat dulu waktu kecil pernah ditakut-takuti, “Kamu nelan biji jeruk? Wah, gawat, nanti bakal tumbuh pohon jeruk di kepalamu!” Saya cemas bukan kepalang. Saya tak pernah melihat kepala orang ditumbuhi pohon (apapun!), jadi otak saya sebenarnya sudah menolak ‘hoaks’ itu, tetapi ketakutan menyunggi pohon jeruk ke mana-mana lebih meraja. Dan tahu sendirilah dalam keadaan takut, kita nggak bisa mikir.

Itulah mengapa tiap kali ada hoaks tentang sesuatu yang ‘mengancam’ entah itu negara mau diserbu tenaga kerja asing atau gerhana bulan bakal memancarkan radiasi berbahaya, logika kita macet dan kita buru-buru share demi melindungi dunia dari bahaya.

Baca juga: Yuk, Diet Plastik!

Di WAG ibu-ibu kampung saya, hoaks politik nyaris tak pernah muncul. Mungkin karena ibu-ibu ini lebih sadar untuk menjaga kerukunan. Ini maksud yang sangat mulia. Namun, dengan maksud mulia pula, hoaks kesehatan kadang berseliweran, misalnya: senam lidah (meleletkan lidah dan menggoyangnya ke kanan-kiri) bisa mencegah penyakit alzhaimer, kebanyakan main gawai bisa menyebabkan leukemia, atau tumbuhan tertentu bisa mengobati kanker.

| SHUTTERSTOCK

Semuanya terkesan meyakinkan karena mencantumkan angka, nama tokoh, gambar, atau kutipan yang membuatnya terdengar ilmiah. Namun, sungguh deh, dengan meng-google beberapa detik dapat diketahui informasi itu palsu. Nggak lucu kan bila ada seorang nenek melet-melet karena ingin mencegah degenerasi otak. Lebih fatal lagi bila ada penderita kanker yang terlambat mendapat penanganan yang benar karena lebih memilih ‘mengobati’ diri sendiri berdasarkan hoaks.

Perempuan harus paham soal hoaks ini karena pendapat perempuan akan mempengaruhi keluarganya. Apa jadinya bila seorang ibu percaya ada belatung dalam batang kangkung sehingga ogah memasak sayur penuh gizi ini untuk keluarganya? Itu baru satu soal kecil. Lebih jauh, ibu bisa menularkan informasi yang keliru untuk anak-anaknya. Anak-anak juga bisa meniru kebiasaan orangtua untuk percaya mentah-mentah pada sesuatu tanpa berpikir jauh.

Baca juga: Ini 7 Kebiasaan Perempuan Bahagia

Hentikan berdalih, “Saya kan cuma share aja, siapa tahu berguna.” Bagaimana bila tetangga membuang sampah di halaman Anda dan berkata, “Maaf, saya cuma berbagi saja. Syukur-syukur bermanfaat.”

Ye, nggak sebanding kali membandingkan pesan WAG dengan sampah. 

Informasi yang salah bisa lebih parah daripada sampah. Ia memenuhi gawai, merampas waktu, dan meracuni pikiran.

Tapi gimana dong caranya mengetahui itu hoaks atau bukan?

Belajar. Dengan sedikit menelusuri Google, Anda akan mendapatkan beragam artikel untuk mengenali hoaks. Selalu kedepankan logika bila ada informasi yang kedengarannya mendesak atau bombastis. Dan yang penting, tahan jempol. Kalau kita dapat berita yang tidak ketahui kebenarannya, lebih baik tunggu. Tahan. Untuk yang satu ini, lebih baik kita ikuti petuah ‘biar lambat asal selamat’.   

 

 

 

 

Niken Terate

kenterate@gmail.com

Memulai debut sebagai penulis profesional sejak bangku kuliah. Telah menghasilkan belasan novel, cerpen, dan artikel. Baginya hidup terasa sempurna bila bisa menikmati teh hangat sambil ngobrol seru dengan orang-orang dekat.

Penulis Ken Terate
Editor Ratih Sukma Pertiwi