Love as powerful as your mother’s for you leaves its own mark to have been loved so deeply .. will give us some protection forever.
J.K. Rowling

Anger Management Agar Tak Lagi Omeli Buah Hati

author
Hasto Prianggoro
Sabtu, 18 Mei 2019 | 12:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

 

Setiap ibu yang pernah marah dan ngomel-ngomel ke batitanya pasti akan menyesal. Tapi, bagaimana cara menahan diri supaya tak marah-marah ke anak?

 

Anak-anak, batita khususnya, adalah makhluk yang masih sangat muda. Tak ada yang namanya nakal. Yang ada adalah mereka tengah melewati fase tumbuh kembangnya, sama seperti anak-anak lainnya. Anak tantrum, merengek, menolak makan, dan sebagainya bisa jadi membuat sang ibu panik dan kesal. Tetapi, itu yang harus dilalui anak sesuai fase tumbuh kembangnya.

Orangtua harus memahami fase tumbuh kembang anak. Dengan begitu, mereka bisa menyadari bahwa yang dilakukan anak bukanlah bentuk kenakalan atau perbuatan yang layak dimarahi atau dihukum. Toh, meski menyesal setelah ngomel-ngomel, rasa kesal tak jarang tetap kembali muncul. Lalu yang terjadi adalah marah dan ngomel, menyesal, kesal lagi, marah dan ngomel-ngomel lagi. Begitu seterusnya.

Baca lagi: Kenapa Si Kecil Nakal di Sekolah Tapi Di Rumah Tidak?

Nah, apa yang harus dilakukan agar amarah bisa teredam dan si kecil tak jadi korban? Simak 6 langkah anger management berikut.

1. Fokus dan tenangkan diri

Bayangkan, Bunda baru sampai di rumah dan disuguhi pemandangan kamar berantakan, anak tantrum, makanan berserakan. Sepertinya tak ada tempat atau cara lain lagi untuk menumpahkan rasa kesal, capek, jengkel selain ke anak. Padahal, sebetulnya ada pilihan lain, tetapi tak pernah dicoba.

Fokus dan tenangkan diri lebih dulu sebelum “meledak.” Ambil jeda, baru berikan respons. Ajak anak membereskan mainan, beri tahu bahwa mereka harus merapikan mainan setelah bermain, dan sebagainya. Tak perlu marah atau ngomel-ngomel, karena anak tak bakal mengerti kenapa bundanya berteriak-teriak. Yang mereka tahu, mereka tengah mengeksplor dunia sekeliling mereka.

2. Jangan jadikan kebiasaan

Bisa jadi, marah dan ngomel-ngomel sudah menjadi kebiasaan, sama seperti kebiasaan-kebiasaan lain yang dilakukan secara refleks. Yang harus dilakukan adalah mencari sumber pemicunya lebih dulu. Ada yang mungkin merasa terganggu ketika anak tantrum, yang lain mungkin marah ketika anak terus-terusan merajuk.

Begitu pemicunya sudah diketahui, cari alternatif atau “kebiasaan pengganti” seperti memejamkan mata, mengingat-ingat pengalaman positif, atau berjalan keluar ruangan, pokoknya hal-hal lain selain ngomel-ngomel. Semakin sering kebiasaan baru ini dilakukan, semakin hilang pula kebiasaan lama.

| SHUTTERSTOCK
3. Beri respons yang positif

Mengenal pemicu tak selalu berarti kita harus menghentikannya. Tak logis berharap anak tak lagi tantrum, bukan? Jadi, biarlah pemicu itu muncul dan muncul lagi karena upaya meniadakan pemicu jutsru akan membuat kita stres.

Yang kita lakukan adalah seperti apa respons kita terhadap pemicu-pemicu tadi. Misalnya, seperti sudah disebut di atas, fokus untuk mengubah kebiasaan ngomel menjadi sesuatu yang lebih positif.

4. Kesempatan belajar

Jadikan tingkah laku anak-anak yang “bikin kesal” itu sebagai kesempatan untuk belajar lebih sabar, mengembangkan empati, memahami fase tubuh kembang anak, dan lainnya. Jangan lihat itu sebagai masalah, karena jika itu dilihat sebagai masalah, maka masalah akan terus muncul.

5. Harus ada niat

Yang paling penting adalah kemauan. Anger management hanya akan berhasil selama orangtua punya niat dan kemauan untuk tak lagi ngomel atau marah-marah ke anak. Mulanya bisa jadi tak mudah, tetapi lama-lama akan menjadi kebiasaan dan tak lagi terasa sulit.

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro