Di usia 3-4 tahun, seorang anak semestinya sudah mampu menguasai atau melakukan berbagai tahapan tumbuh kembangnya.
Di usia 3-4 tahun anak tak hanya semakin mandiri secara fisik tetapi juga emosional. Di usia ini, normal jika anak masih menunjukkan tantrum saat ditinggal sendirian di sekolah atau bersama pengasuh.
Anak juga menjadi semakin terampil secara sosial. Anak mulai bisa bekerjasama dengan teman, bergantian atau mengantre, dan mulai menunjukkan kemampuan memecahkan masalah. Nah, di usia 3-4 tahun ini, anak semestinya juga sudah bisa menirukan tingkah orangtua dan teman-temannya, menunjukkan kasih sayang kepada keluarga dan teman akrabnya, memahami konsep “milikku” dan “miliknya,” serta menunjukkan berbagai ekspresi emosi seperti sedih, marah, gembira maupun bosan.
Kapan orangtua harus merasa khawatir anaknya mengalami keterlambatan tumbuh kembang? Yang jelas, setiap anak adalah unik dan tidak selalu sama dengan teman sebayanya. Bisa jadi, satu anak sudah mampu menguasai satu tahapan tumbuh kembang sementara anak lainnya belum. Sepanjang masih dalam batas toleransi, orangtua tak perlu khawatir.
Si Kecil Heboh Di Mal, Apa Yang Harus Dilakukan?
Orangtua baru boleh merasa cemas ketika anak mengalami hal-hal di bawah ini:
1. Belum mampu melempar bola, melompat di tempat, atau naik sepeda roda tiga.
2. Sering terjatuh dan sulit naik turun tangga.
3. Kesulitan memegang crayon dengan ibu jari dan jari telunjuk serta mengikuti bentuk bulatan.
3. Belum mampu menggunakan kalimat yang terdiri dari 3 kata atau lebih dan menggunakan kata “aku” dan “kamu” secara tepat.
4. Sering ngiler dan sulit berbicara.
6. Masih takut berpisah, bahkan sangat ketakutan ketika ditinggal orangtua.
7. Tak tertarik memainkan permainan interaktif dan tak mau bermain fantasi.
8. Tak bisa mengontrol emosi ketika marah atau sedih.
9. Tak mampu memahami perintah sederhana dan mengulang perintah.
10. Menghindari kontak mata saat diajak berbicara.