Aplikasi kencan online belakangan menjadi tren. Namun, aplikasi ini ternyata bisa berdampak tak baik bagi kesehatan.
Orang-orang yang rajin memakai aplikasi kencan online - seperti Tinder, Bumble, atau Hinge - ternyata tak hanya beresiko menjadi korban pornografi, tetapi juga sangat mungkin memiliki kebiasaan negatif berkaitan dengan berat badan mereka.
Studi yang dilakukan terhadap 1700 orang dewasa menemukan fakta bahwa aplikasi kencan online bisa membuat pemakainya melakukan diet tidak makan atau puasa, memakai obat laksatif alias pencahar, bahkan memuntahkan makanan. Mereka juga lebih beresiko mengalami gangguan makan dibanding yang tidak memakai aplikasi kencan online.
Meski studi tersebut tidak bisa menunjukkan secara jelas hubungan langsung sebab akibatnya, laporan ini diharapkan bisa menjadi jalan untuk meneliti lebih jauh penemuan tersebut.
Baca juga: Ketika Bunyi-Bunyi Memicu Emosi
Aplikasi kencan online alias online dating belakangan memang menjadi semacam gaya hidup, meski awalnya murni merupakan salah satu cara untuk membantu mencari jodoh. Kritik terhadap aplikasi kencan online ditekankan pada penampilan fisik yang seolah menjadi hal wajib bagi pemakai aplikasi tersebut. Akibatnya, sebagian besar pemakai aplikasi kencan online merasa harus terlihat menarik secara fisik.
Studi yang dipublikasikan pada Journal of Eating Disorders ini membuat perbandingan kebiasaan atau perilaku antara orang-orang yang menggunakan aplikasi dan yang tidak. Hasilnya, 50% pemakai aplikasi kencan online mengaku berpuasa untuk mengontrol berat badan mereka. Seperlima pemakai perempuan dan 1/3 pemakai laki-laki mengatakan mereka memilih memuntahkan makanan, sementara 1 dari 4 pemakai perempuan dan 40% pemakai laki-laki mengaku menggunakan pencahar.
Studi ini tidak menjelaskan apakah orang-orang tersebut sudah memiliki kebiasaan-kebiasaan tak sehat itu sebelum memakai aplikasi. “Bagaimanapun, kami khawatir aplikasi yang menekankan pada penampilan fisik seperti itu bisa makin memperburuk kebiasaan-kebiasaan tak sehat tadi,” kata Dr. Alvin Tan yang memimpin studi tersebut seperti dikutip huffingtonpost.co.uk.