Too much love never spoils children. Children become spoiled when we substitute presents for presence.
Anthony Withman

Tentang Kehamilan dan Skoliosis

author
Sundari Hana Respati
Kamis, 25 Juli 2019 | 19:00 WIB
kehamilan | SHUTTERSTOCK

Kali ini agak serius yaaa, hehehe. Mungkin banyak yang tidak tahu kalau aku adalah seorang skolioser, penderita skoliosis. Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang karena bentuknya melengkung seperti huruf C atau S. Nah, kalau tulang punggungku bengkoknya membentuk huruf S. Seringkali aku jadikan guyonan bahwa lengkungan S pada tulang punggungku mewakilkan inisial namaku, Sundari, atau menandakan aku orang yang spesial.

Pertama kali aku tahu kalau aku skoliosis ketika aku masih kelas dua SMP, waktu itu derajat lengkung tulang punggungku sudah 42 derajat dan disarankan untuk operasi di tahun itu pula, tepatnya di bulan Februari tahun 2006.

Operasi skoliosis bukan perihal sembuh tidak sembuh, karena skoliosis bukan penyakit tapi kelainan pada tulang. Sehingga tujuan operasinya adalah untuk mengurangi derajat lengkungan dan menjaga tulang punggung agar tidak semakin bengkok. Karena bengkoknya tulang belakang ini bisa menekan organ yang ada di dalam dada seperti jantung dan paru-paru sehingga bisa mengganggu fungsinya, makanya kebanyakan orang yang skoliosis mengeluh sesak napas. Jadi, hingga saat ini di sepanjang tulang punggungku ada ‘penyangga’nya.

Baca juga: Menyambut Tamu, Anggota Baru

Salah satu yang aku khawatirkan sebagai skolioser adalah perihal kehamilan. Sebenarnya, dari awal sebelum operasi pun, dokter sudah menjelaskan bahwa skoliosis tidak ada hubungannya dengan kesuburan penderitanya ataupun mengganggu masa kehamilan. Tapi, aku sudah dapat peringatan awal, bahwa rasa nyeri dan pegal yang akan aku rasakan ketika hamil kemungkinan lebih besar dibandingkan orang-orang yang tidak skoliosis. Aku juga diberi tahu untuk siap-siap jika nanti disarankan untuk operasi caesar saat persalinan jika ada nyeri yang berlebihan di akhir kehamilan.

Ketika tahu positif hamil, aku sudah siap. Siap merasakan nyeri dan pegal yang sudah diwanti-wanti dokter sejak dulu. Aku berusaha menikmatinya, karena ini adalah nyeri dan pegal yang tak semua wanita bisa merasakannya, nyeri dan pegal di masa kehamilan. Diberi anugerah dan dipercaya menjadi seorang ibu saja sudah snagat luar biasa, bagaimana bisa nyeri dan pegal yang tak seberapa dikeluhkan?

Aku juga mencari tahu pengalaman para skolioser lainnya. Aku menemukan buanyaaaak sekali cerita penderita skoliosis yang belum maupun yang sudah operasi tapi bisa melahirkan pervaginam. Jadi skoliosis pun bukan penghalang untuk melahirkan secara normal.

Alhamdulillah, tidak ada keluhan yang berarti dari awal kehamilan sampai hari ini di penghujung trimester tiga. Aku juga sudah konsultasi juga ke dokter bedah tulang, beliau tidak menemukan masalah atau indikasi untuk operasi caesar ketika persalinan nanti, tapi tetap harus dipantau. Jangan terlalu ngeyel untuk lahiran pervaginam karena keadaanku yang spesial ini.

Tak apa, tak mengapa. Toh, orang tanpa skoliosis pun ada yang harus melewati operasi caesar saat melahirkan. Sekarang tinggal doa, manut sama yang lebih berilmu dan Sang Pemilik Ilmu. Berdoa agar Allah pertemukan kami dan anak kami di waktu yang tepat dengan jalan paling baik dan paling nyaman untuk kami menurutNya.

 

Penulis Sundari Hana Respati
Editor Ratih Sukma Pertiwi