Di usia batita, bayi masih suka tantrum dan belum memahami bahaya yang mereka. Mereka juga berada pada fase mencoba hal-hal baru sehingga butuh pengasuhan yang tepat. Apa yang harus dilakukan orangtua?
Sebelum memasuki usia batita, bayi biasanya menunjukkan apa yang ia ingin dan butuhkan dengan menangis. Kebutuhan bayi biasanya hal-hal yang mendasar seperti lapar, tak nyaman, mengantuk, atau butuh sentuhan fisik. Psikolog Erik Erikson menggambarkan masa-masa ini sebagai tahap antara “percaya vs rasa tak percaya.” Segera memberi respons saat bayi menangis akan membantu si Kecil berkembang dengan rasa percaya.
Pada saat seorang anak memasuki usia batita, ia akan menemukan hal-hal menakjubkan. Anak mulai membangun kemandirian. Tak hanya bergerak dan bermain sendiri, ia juga mulai mencoba banyak hal baru. Tahap ini disebut Erikson sebagai tahap “mandiri vs rasa malu dan ragu-ragu.”
Namun, meski kebutuhan dasar anak di tahap ini masih sama seperti saat bayi, yakni rasa nyaman dan respons dari orang-orang di dekatnya, anak juga mulai butuh kesempatan untuk memahami dan menguasai keterampilan-keterampilan baru, bermain sendiri, dan perasaan bahwa ia mampu mengontrol.
Baca juga: Kurang Tidur Bisa Membuat Anak Bermasalah Kelak
Terkadang orangtua melihat fase ini sebagai fase “merepotkan” karena di tahap ini anak memang sedang mencoba banyak hal, menguasai keterampilan-keterampilan baru, banyak bergerak, dan sebagainya. Daripada melihat mereka sebagai “suka merepotkan” atau “nakal banget,” orangtua sebaiknya memahami bahwa fase ini sangat penting bagi perkembangan anak. Nah, 5 hal berikut ini harus dilakukan orangtua untuk membantu membangun kemandirian dan rasa percaya diri anak:
1. Jelaskan apa yang terjadi dan kenapa
Meski belum bisa berbahasa dengan baik, anak sebetulnya sudah tahu banyak hal. Jadi jika anak terlihat asyik bermain sementara sudah saatnya pulang, katakan, “Bunda tahu kamu senang bermain di sini, tapi sekarang kita harus pulang. Kamu boleh bermain lagi sesampai di rumah, ya.”
2. Beri kesempatan mencoba keterampilan baru
Misalnya menyusun puzzle, mewarnai, menyusun blok, memanjat tangga, memakai sepatu, dan sebagainya. Hal-hal ini akan sangat berarti bagi anak untuk mengembangkan keterampilan motorik halus dan kasar mereka.
3. Biarkan anak menunjukkan minatnya.
Misalnya tanyakan, anak mau pakai baju yang mana. Biarkan ketika anak memilih sesuatu sendiri, jangan terlalu ikut campur atau mendikte.
Cara ini sangat baik untuk membantu anak merasa bahwa ia mampu mengontrol atau membuat keputusan. Misalnya, “Adek mau minum susu sekarang atau nanti di kamar saja?”
5. Membantu memperbaiki perilakunya
Seorang anak tidak akan merasa terhalangi jika orangtua selalu memberi tahu apa yang ia bisa lakukan untuk menggantikan perilaku yang tidak tepat. Misalnya ketika anak memukul kucing, pegang tangannya dan ajarkan untuk mengelus kucing tersebut.
6. Beri peringatan
Orangtua juga harus menerapkan aturan yang jelas dan tegas. Misalnya ketika sudah waktunya tidur sementara anak masih bermain, beri peringatan dan jelaskan aturannya.