Too much love never spoils children. Children become spoiled when we substitute presents for presence.
Anthony Withman

Inspirasi Dian Sastro Besarkan Putranya Yang Menderita Autisme

author
Hasto Prianggoro
Selasa, 27 Agustus 2019 | 10:00 WIB
| @therealdisastr_instagram.jpg

      “Saya rindu menatap mata anak saya dan bilang, ‘Kamu tahu nggak, Bunda sayang banget sama kamu..’ Trus dia balas menatap mata saya dan bilang, ‘Aku juga sayang sama Bunda..’ Tapi itu tak pernah terjadi...”

 

Kalimat itu keluar dari mulut Dian Sastrowardoyo, pemeran film dan ibu 2 anak saat menceritakan perjuangannya membesarkan dan merawat putra pertamanya, Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo, yang menderita autisme.

Tapi itu dulu. Perjuangan Dian tak sia-sia. Kini, sang putra yang telah berusia 8 tahun, tak lagi harus diterapi. “Dengan intervensi dini, sejak anak saya usia 8 bulan, di usia 6 tahun anak saya dinyatakan tak memerlukan terapi lagi. Sekarang dia bisa mengikuti pelajaran di sekolah dan punya banyak teman. Sekarang dia juga sudah bisa curhat, bisa nggosip, jailin adiknya..” kata Dian. Kali ini dengan mata berbinar.

| @therealdisastr_instagram.jpg
Dian tampil berkisah pada launching SpecialKids Expo (SPEKIX) 2019 di JCC Jakarta, beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, ada 7 ciri utama autisme, dan menurut Dian, ketujuh ciri itu ada pada putra pemeran Cinta pada film Ada Apa Dengan Cinta?ini.

Misalnya, “Anak saya tak punya ketertarikan bermain dengan anak-anak sebayanya. Dia juga tidak memakai telunjuknya ketika ingin menunjukkan sesuatu.” Si Kecil Shailendra juga tak bisa meniup lilin sampai usia 2 tahun. “Kegiatan motorik dan sedetail meniup saja ternyata kesulitan. Bahkan untuk ulang tahunnya yang ke-2, kami harus latihan berkali-kali supaya dia bisa meniup lilin kue ulang tahunnya,” lanjut Dian.

Dian juga mengaku putranya jarang banget melakukan kontak mata mata dengan lawan bicara. “Sebagai orangtua, saya merindukan koneksi batin, bonding dengan anak. Kayaknya kalau lihat di film-film itu indah banget. Ibu dan anak bertatapan mata, terus si ibunya bilang,  ‘Kamu tahu nggak, Bunda sayang banget sama kamu..,’ terus anaknya menatap balik dan bilang, ‘Aku juga sayang Bunda..’ Itu sangat saya rindukan tapi tak pernah terjadi pada anak saya sampai dia berusia 4 tahun,” kisah Dian.

| @therealdisastr_instagram.jpg
Beruntung, Dian memiliki keluarga yang mendukung dan tahu tentang autisme. Ia diberi rekomendasi untuk mengecek ke dokter yang lebih ahli. Setelah cek ke beberapa dokter dan psikolog, ternyata benar si Kecil Shailendra yang saat itu baru berusia 8 bulan, mengidap autisme.

“Saya cukup beruntung karena termasuk orangtua yang ambisius. Usia 6 bulan, anak sudah saya masukkan ke sekolah. Di sekolah itulah saya bisa lihat perbedaan perkembangan anak saya dengan anak lain. Di kelas, ketika anak lain melakukan kegiatan bersama-sama, anak saya fokusnya ke hal lain. Tak tertarik ikut kegiatan,” tambah Dian yang kemudian terbuka pikirannya dan bersama sang suami memutuskan untuk melakukan intervensi dan terapi bagi buah hatinya.

Dengan intervensi dini, di usia 6 tahun, Shailendra dinyatakan tak lagi memerlukan terapi. “Sekarang dia sudah kelas 3 SD dan bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya.”

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro