When I get up and work out, I’m working out just as much for my girls as I am for me, because I want them to see a mother who loves them dearly, who invests in them, but who also invests in herself. It’s just as much about letting them know as young women that it is OK to put yourself a little higher on your priority list.
Michelle Obama

Sifat Perfeksionis Ada yang Positif dan Negatif, Ini Bedanya

author
Ratih Sukma Pertiwi
Jumat, 11 Oktober 2019 | 17:00 WIB
| kanya.id

Merasa punya sifat perfeksionis? Ternyata perfeksionis itu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Yuk, cari tahu bedanya!

Si perfeksionis kalau berpenampilan selalu rapi. Baju lecek sedikit enggak lolos seleksi. Penataan rumah juga harus sesuai aturan dan bersih. Meletakkan sofa harus presisi, menaruh sikat gigi harus di posisi yang sama, dan sebagainya.

Biasanya yang menderita adalah pasangan, anak atau teman kerjanya. Mereka akan dituntut punya standar yang sama dengan si perfeksionis.

Menurut Jovita Maria Ferliana, M.Psi. perfeksionis adalah sifat atau karakter manusia yang menginginkan segala sesuatu berjalan sempurna, dari prosesnya maupun hasil pencapaiannya.

“Orang perfeksionis ini punya standar tinggi dibanding umumnya, tampilan selalu maksimal, dan hasil tidak mau biasa saja. Kehidupannya rapi, teratur, sistematis, on rules, dan on time,” jelas Jovita.

Apa yang menyebabkan seseorang menjadi perfeksionis?

1.Kepribadian Asal

Didapat karena keturunan atau bawaan, misalnya dari orang tua atau keluarganya ada yang perfeksionis.

“Sebetulnya sejak kecil kecenderungan perfeksionis sudah bisa terlihat meski belum jelas. Umur semakin bertambah, makin terlihat. Misalnya, kalau mainan harus simpan teratur, dandan lama dan rapi, dan sebagainya,” tutur Jovita.

2.Pembentukan Lingkungan

Bisa jadi, sambung Jovita, dia tidak punya bawaan perfeksionis tetapi sepanjang hidupnya dia dihadapkan dengan lingkungan yang perfeksionis. Misalnya, bersekolah di tempat yang aturannya ketat dan persaingan tinggi.

“Pergaulan dengan teman-temannya juga bisa berpengaruh. Namun penyebab lingkungan tidak sekuat faktor keturunan.”

Baca juga: Pulang Kantor, Hilangkan Stres di 4 Kafé Cozy Ini, yuk!

Yang menarik, ternyata menurut Jovita perfeksionis ada yang positif dan negatif. Apa bedanya?

Seseorang dengan sifat perfeksionis positif selalu melihat bahwa dia harus berusaha dengan baik untuk mencapai target atau prestasi tertentu.  Sementara, si perfeksionis negatif selalu melakukan cara apapun, bahkan cara buruk sekalipun, agar dia merasa diterima, mendapat pengakuan, dan melebihi orang lain.

“Dalam hal pekerjaan misalnya. Si perfeksionis positif memilih lembur kerja demi mencapai target yang lebih tinggi. Sedangkan, si perfeksionis negatif memilih lembur kerja demi mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain. Ujung-ujungnya memang sama-sama mencapai target tinggi, tetapi motifnya berbeda,” terang Jovita.

Biasanya seseorang yang memiliki sifat perfeksionis negatif dalam rentang kehidupan dia -entah saat anak-anak, remaja atau dewasa- sering dinilai tidak mampu, jarang mendapat pujian atau pengakuan.

Misalnya, pada saat anak-anak orang tuanya tidak pernah puas dengan nilai sekolah dia. Sekeras apapun dia belajar, tidak pernah dipuji.

Atau di sekolah dia termasuk anak yang potensinya di art, tetapi sekolahnya lebih unggul di kegiatan olahraga. Akhirnya dia menjadi anak yang tidak populer dan tidak pernah mendapat pengakuan.

Baca juga: Bagaimana Cara Tepat Memuji Anak? Simak Tipsnya Dari Pakar

“Biasanya si perfeksionis negatif selalu merasa tersiksa sepanjang hidupnya karena melakukan segala sesuatu demi mendapat pengakuan. Itulah mengapa orang tua sebaiknya menerapkan pola asuh yang tepat pada anak. Berikan pujian dan reward pada tempatnya sehingga anak merasa lebih percaya diri, merasa diperhatikan dan diakui. Jika ia pun memiliki kecenderungan perfeksionis, maka sebaiknya yang positif,” saran Jovita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penulis Ratih Sukma Pertiwi
Editor Ratih Sukma Pertiwi