We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.
Franklin D. Roosevelt

Shaken Baby Syndrome, Sering Dianggap Sepele Tapi Membahayakan

author
Isna Triyono
Jumat, 13 Desember 2019 | 14:00 WIB
|

Saat mengajak bayi becanda, teradang orangtua mengguncangkan tubuh bayi hingga ia tertawa lebar.

Niatnya memang baik untuk menyenangkan hati bayinya, namun belum banyak orangtua yang menyadari bahaya mengguncang badan bayi.

Selain saat becanda, terkadang orangtua yang kesal karena bayi rewel dan selalu menangis, mengguncangkan tubuh bayi agar ia diam.

Namun lagi-lagi, mengguncang tubuh bayi sangat berbahaya dan pada bisa menyebabkan cedera parah pada otak.

Baca juga: Ternyata Bayi Menangis Dalam Bahasa Yang Berbeda-Beda, Lho

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), shaken baby syndrome (sindrom bayi terguncang) adalah salah satu bentuk kekerasan pada anak yang bisa menyebabkan cedera otak serius, meski goncangan ini berlangsung hanya 5 detik.

Hal ini karena bayi memiliki otak dan pembuluh darah yang halus serta otot leher yang masih lemah. Guncangan membuat otak bayi terbentur bagian dalam tengkorak berulang kali dan menyebabkan memar, perdarahan, dan pembengkakan.

Pada kasus yang parah bisa menyebabkan bayi mengalami cedera bagian leher dan tulang belakang serta kematian.

Shaken baby syndrome sering dialami pada balita namun yang paling mudah mengalami ini adalah bayi di bawah usia 2 tahun.

Baca juga: Tiba-Tiba Bayi Mogok Menyusu, Kenapa ya?

Jika mengalami shaken baby syndrome yang parah, waspadai gejala awal yang bisa terlihat seperti bayi menjadi rewel, sering muntah, napsu makan berkurang dan cenderung lebih banyak tidur.

Pada kasus yang lebih parah, bayi bisa menunjukkan gejala penurunan kesadaran, kejang, gangguan pernapasan, hingga henti napas.

Untuk menghindari shaken baby syndrome, orangtua sebaiknya memberi edukasi pada orang di sekitar bayi agar tak becanda dan mengguncang tubuh bayi.

Penulis Isna Triyono
Editor Isna Triyono