You are beautiful because you let yourself feel, and that is a brave thing indeed.
Shinji Moon

Waspada Happy Hypoxia Pada COVID-19

author
Ratih Sukma Pertiwi
Rabu, 23 September 2020 | 11:18 WIB
Virus Corona | SHUTTERSTOCK

 

Jika terlambat menangani, happy hypoxia bisa berakibat fatal, yaitu gagal napas hingga kematian.

Happy hypoxia atau silent hypoxia pada pasien terinfeksi COVID-19 artinya menurunnya kadar oksigen dalam tubuh hingga sangat rendah. Happy hypoxia justru tidak menunjukkan gejala, yang artinya pasien merasa sehat-sehat saja sehingga infeksi sulit terdeteksi.

Kondisi happy hypoxia baru terdeteksi ketika pasien melakukan pemeriksaan darah atau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymeter.

Padahal di saat itulah sebetulnya paru-paru pasien sudah tidak mampu mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal.

Akibatnya, pasien bisa mengalami gagal napas, kerusakan otak dan jantung, penurunan kesadaran, hingga kematian.

 

Baca juga: Ketahui Perbedaan Flu Biasa dan Virus Corona

 

Mengapa happy hypoxia bisa terjadi? Dokter Erlina Burhan, ahli paru dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan happy hypoxia bisa terjadi karena kerusakan saraf aferen atau saraf pengirim sinyal sehingga otak tidak bisa menerima stimulasi tanda-tanda gangguan, termasuk saat kadar oksigen menurun drastis.

Normalnya kadar oksigen dalam darah 95-100 persen atau 75-100 mmHg. Saat kadar oksigen turun, tubuh akan kekurangan oksigen (hipoksia).

Selain pada pasien yang terinfeksi COVID-19, kondisi hipoksia ini bisa terjadi pada beberapa kondisi seperti penderita sleep apnea, pneumonia, asma, kanker paru-paru, kelainan jantung, bahkan anemia.

Cuci tangan dengan air dan sabun untuk mencegah penyebaran virus corona. | SHUTTERSTOCK

Agar terhindar dari happy hypoksia kita tentu perlu tetap mematuhi protokol kesehatan. Rutin mencuci tangan dan tetap menjaga jarak, terutama menghindari kontak dengan orang yang berpotensi positif COVID-19.

Jika kita telah menjalani tes dan ditemukan positif COVID-19, meski tanpa gejala tetaplah periksakan diri ke dokter.

Selain itu, menyediakan alat pengukur kadar oksigen atau pulse oxymeter juga bisa dilakukan untuk pencegahan.

 

Penulis Ratih Sukma Pertiwi
Editor Ratih Sukma Pertiwi