Love as powerful as your mother’s for you leaves its own mark to have been loved so deeply .. will give us some protection forever.
J.K. Rowling

Zoominar Kanya.ID: Mengenal Konsep Mindful Parenting Bersama Hanlie Muliani M.Psi

author
Ruth Sinambela
Rabu, 28 April 2021 | 10:29 WIB
Kesadaran penuh pada saat ini dan tanpa menghakimi menjadi konsep dasar melakukan mindful parenting. | Shutterstock

 

Zoominar Kanya.ID: Mengenal Konsep Mindful Parenting Bersama Hanlie Muliani M.PsiAkhir pekan lalu, tepatnya pada hari Sabtu, 24 April 2021, Kanya.id menyelenggarakan zoominar atau yang juga biasa disebut webinar tentang Mindfulness Parenting bersama Ibu Hanlie Muliani M.Psi, seorang psikolog yang memfokuskan diri sebagai parenting and education consultant.

Zoominar ini dihadiri oleh Ibu Fransisca selaku kepala sekolah dan puluhan orang tua murid PG/TK Pangudi Luhur Haji Nawi Jakarta Selatan. Dipandu oleh Ibu Pipiet sebagai MC dan dimoderatori Ratih Sukma Pertiwi, Editor Kanya.id.

Pemahaman terhadap konsep mindful parenting menjadi penting karena faktanya akan ada begitu banyak manfaat yang dapat dirasakan, tidak hanya bagi orang tua, tapi juga tentunya bagi anak-anak dalam proses tumbuh kembangnya.


Apa itu Mindfulness?

Germer, Siegel dan Fulton (2005) menjelaskan bahwa mindfulness adalah suatu kondisi kesadaran pada saat ini dengan penuh penerimaan. Mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi sadar sepenuhnya pada hal yang terjadi saat ini dengan mengalihkan pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian (Mace, 2008).

Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai (Kabat-Zinn, 1990).

Sederhananya, mindfulness merupakan suatu kondisi di mana pikiran, perasaan, dan tubuh kita berada pada saat ini, tidak mengembara ke masa lalu maupun masa depan.


Lebih Dalam Tentang Mindfulness

Mindfulness berorientasi pada konsep hidup saat ini (living in the present), berbeda dengan hidup untuk saat ini (living for the present). Karena living for the present dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan.

Sementara hidup pada saat ini (living in the present) mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007).

Orang yang sehat dan bahagia mengembangkan kehidupan yang mindful. Pikirannya tidak mengembara ke mana-mana, baik ke masa lalu maupun masa depan.

Biasanya orang yang hidup di masa lalu masih memendam kekecewaan, kemarahan, kekesalan, dendam, dan perasaan bersalah. Sedangkan orang yang hidup di masa depan merupakan tipe orang yang cemas dan khawatir berlebihan, selain itu hidupnya juga cenderung terburu-buru dan tidak tenang.


Menerapkan Konsep Hidup Mindfulness dalam Keseharian

Salah satu cara memaksimalkan hidup atau yang sering kita dengar dengan istilah “living a life to the fullest” adalah dengan menjalani keseharian secara mindful. Bunda perlu memahami terlebih dahulu perbedaan mindful dengan mind-full.

Manusia modern, umumnya menjalani keseharian dengan kondisi mind-full, di mana pikiran kita dipenuhi dengan begitu banyak pertanyaan, ketakutan, kekhawatiran dan target. Tentu tidak ada salahnya mempersiapkan masa depan, namun sebaiknya kita tidak memberi porsi lebih besar pada ‘persiapan’ masa depan itu saja dan membiarkan waktu saat ini berlalu tanpa melakukan sesuatu yang dapat dinikmati diri sendiri saat itu.


Apa yang Terjadi Saat Kita Tidak Living in the Present?

Mengabaikan kehidupan masa kini, baik karena terjebak masa lalu atau terlalu khawatir terhadap masa depan, akan membuat kita, khususnya orang tua, melewatkan kesempatan untuk memaksimalkan tumbuh kembang anak. Anak akan meniru rasa kecewa yang terus menerus dibawa orang tua dari masa lalu, atau sebaliknya, ketakutan karena orang tua juga selalu khawatir akan masa depan.

Padahal, dengan hidup sebaik-baiknya di masa sekarang, secara langsung juga akan membantu anak berdamai dengan apa yang terjadi pada dirinya di masa lalu, dan lebih siap menyongsong masa depan.

Secara teknis, memaksimalkan konsep mindfulness dalam kehidupan sehari-hari dapat melatih anak jadi pribadi yang tenang dan fokus. Imbasnya dapat dirasakan saat anak nantinya memasuki usia sekolah, dan saat bergaul dengan orang-orang di kehidupannya sendiri.


Bagaimana Cara Menerapkan Konsep Mindfulness pada Anak Usia Dini

 

| Shutterstock

Meski konsep mindfulness awalnya ditujukan untuk orang tua, bukan berarti anak-anak tidak dapat melakukannya juga. Anak-anak akan melihat orang tuanya dan kemudian mencontoh sikap serta kebiasaan mereka, sehingga idealnya, orang tua harus terlebih dahulu menerapkan konsep ini pada dirinya sendiri. Anak-anak akan mengikutinya seiring waktu juga orang tua telah menanamkan dan menjalani praktek konsep ini dalam keluarga.

Jika orang tua sudah menerapkan konsep mindful parenting dalam membesarkan anak-anak, cara lainnya yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan konsep ini adalah dengan bermeditasi. Mengajak anak meditasi tentu saja caranya jauh berbeda dengan yang biasa orang tua lakukan. Bunda bisa melakukan eksplorasi cara meditasi, dengan mengajak anak membayangkan bagaimana rasanya terbang seperti burung atau menikmati pemandangan gunung yang hijau dengan mata tertutup, alih-alih hanya menyuruhnya diam dan mengosongkan pikiran.

 

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi