What it’s like to be a parent: It’s one of the hardest things you’ll ever do but in exchange it teaches you the meaning of unconditional love.
Nicholas Sparks

Benarkah Anak-anak Jadi Spreader Virus Corona Varian Baru?

author
Ruth Sinambela
Rabu, 12 Mei 2021 | 11:26 WIB
| Shutterstock

Berbagai negara mengalami lonjakan pasien Covid-19 yang berasal dari kalangan usia anak-anak. Membuat adanya dugaan bahwa anak-anak merupakan spreader varian terbaru Covid-19.

Ada setidaknya 123 orang terinfeksi Covid-19 di kota Lansingerland, Belanda. Bersamaan dengan laporan ini, lembaga kesehatan GGD Rotterdam-Rijnmond dan Erasmus MC mengungkapkan, bahwa anak-anak berperan besar menyebarkan varian Inggris kepada keluarganya di rumah.

Temuan lainnya berasal dari negara Israel, dimana varian B117 asal Inggris telah mulai banyak menyebar sejak Januari. Masuknya varian tersebut ternyata meningkatkan kasus positif di kalangan anak-anak berusia 10 tahun ke bawah. Sejumlah rumah sakit di negara itu bahkan harus membuka ruang ICU baru khusus anak-anak.

Sedangkan di Amerika Serikat, khususnya di Michigan, sejak sekolah tatap muka kembali diberlakukan, kasus Covid-19 pada anak meningkat hingga 230 persen. Anak-anak yang terinfeksi memang kebanyakan memiliki gejala ringan. Namun yang perlu dipahami adalah, mereka tetap bisa menyebarkan virus yang dapat membuat orang lain punya gejala lebih parah.

Selain itu, beberapa anak yang terinfeksi COVID-19 juga mengalami MIS-C, yaitu multisystem inflammatory syndrome in children yang berpotensi membuat seorang anak dirawat secara intensif di PICU (ICU anak). Karena tak cuma paru-paru, organ-organ penting lain di tubuh mereka juga mengalami peradangan. Jika tak segera diatasi secara tepat dan cepat, maka risiko kematian akibat penyakit tersebut semakin tinggi.

Masih tentang peningkatan jumlah pasien Covid-19 dari kalangan usia anak-anak, negara Perancis pun yang sempat menyepelekan masuknya varian virus corona baru di negaranya mengalami hal serupa.

Awalnya Prancis menganggap tak perlu sampai menutup sekolah lagi karena adanya varian baru Covid-19. Hasilnya, sebanyak 20 ribu anak positif terinfeksi Covid-19 dan klaster sekolah muncul di mana-mana. Negara ini kemudian menyadari bahwa risiko anak menularkan coronavirus kepada keluarganya semakin besar, sehingga Presiden Emmanuel Macron akhirnya memberlakukan lockdown dan penutupan sekolah mulai 3 April lalu selama tiga minggu.

Baca juga: Memakai Masker Berlapis Lebih Efektif Tangkal Virus Covid-19?

| Shutterstock

Benarkah varian terbaru virus corona lebih berbahaya bagi anak-anak?

Belum ada penjelasan resmi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai hal ini, meski demikian WHO memang telah mendeteksi enam varian baru virus corona yang masuk kategori variant of interest (VoI). Selain tiga varian sebelumnya yang lebih menular, varian baru ini juga dianggap juga punya gejala khusus.

WHO menjelaskan bahwa semua virus termasuk corona atau SARS-CoV-2 pasti akan terus mengalami perubahan seiring waktu yang dapat mengakibatkan kemunculan varian baru. Di Indonesia sendiri setidaknya sudah terdeteksi tiga varian baru virus corona, yakni varian B117 yang muncul di Inggris dan diketahui lebih menular, merupakan mutase E484K dan varian B1525.

Dilansir dari Timesnownews.com, dr. Gyan Bharti, ahli paru RS Columbia Asia, Ghaziabad, India mengatakan, menurut Satuan Tugas Nasional untuk Covid-19, ada lebih dari 24,000 mutasi pada 7,000 varian virus SARS-CoV-2. Ia menjelaskan bahwa semua mutasi atau varian mungkin tidak bisa menular atau menyebabkan infeksi, dan masih belum ada kejelasan strain mana yang menyebabkan gejala apa.

“Namun, dengan strain yang lebih baru, kami cenderung melihat gejala yang lebih baru” ujarnya.

Namun adanya lonjakan jumlah positif Covid-19 di kalangan usia anak-anak tebtu bukan tanpa sebab. Salah satu penyebab utamanya bisa dikaitkan karena adanya pembukaan sekolah tatap muka kembali yang menyebabkan anak-anak lebih sulit menjaga jarak.

Selain itu, orang tua juga kemungkinan mulai mengendurkan kewaspadaannya dengan membawa anak ke tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan maupun lokawi wisata. Kadang anak-anak dibiarkan beraktivitas tanpa memperhatikan konsep jaga jarak, tanpa masker, dan jarang mencuci tangan. Ada anggapan kurang bijaksana yang juga timbul pada orang tua bahwa sekalipun anak-anak terpapar virus corona, gejalanya akan ringan dan tidak membahayakan jiwa.

Baca juga: Orang Tua, Lakukan 8 Hal Ini Untuk Lindungi Anak dari Virus Corona

| Shutterstock

Apa yang harus Bunda lakukan?

Dengan adanya informasi di atas, tentu Bunda dan pasangan sebagai orang tua wajib untuk terus sigap dalam menjaga dan memberi pengertian pada anak-anak supaya mereka tidak mengendurkan kewaspadaan terhadap virus penyebab penyakit Covid-19 ini.

Belum lagi dengan adanya sejumlah pemberitaan yang menerangkan bahwa sekolah tatap muka akan kembali diberlakukan di pertengahan tahun ini.

Bunda tidak perlu panik secara berlebihan dengan adanya berita ini, Mendikbud Nadiem Makarim telah memberi penjelasan bahwa yang dimaksud adalah pemberian vaksin bagi guru, dosen dan tenaga pendidikan dijadwalkan akan rampung di akhir Juni 2021, sehingga diharapkan sekolah tatap muka dapat dimulai setelahnya.

Tentu saja kita berharap bahwa kebijakan ini dilakukan jika memang situasi telah benar-benar aman terkendali. Karena belajar dari negara-negara lainnya, tentu saja kita tidak ingin angka pasien Covid-19 dari kalangan anak-anak meningkat.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi