Try to be a rainbow in someone else’s cloud.
Maya Angelou

Punya Anak Penurut, Apa Saja Sisi Positif dan Negatifnya?

author
Ruth Sinambela
Jumat, 2 Juli 2021 | 10:00 WIB
| Shutterstock

 

Sebagian besar orang tua ingin memiliki anak yang penurut. Hayo ngaku, Bun, sebelum memiliki anak, berapa banyak diantara kita yang suka berkomentar miring terhadap pola asuh orang tua lain? Apa lagi saat kita melihat bagaimana anak-anak mereka menolak bahkan mengacuhkan perintah Ayah atau Ibunya? Mungkin saat itu kita merasa, orang tua yang tak dituruti ini telah ‘salah mendidik’ sehingga anaknya jadi ‘nakal’ dan sulit diatur. Duh, semoga orang lain gak berpikiran seperti itu ke kita sekarang ya.

Penurut atau tidaknya seorang anak, sebenarnya adalah cerminan dari pribadi orang tuanya sendiri lho, Bun. Ada peribahasa berkata “Monkey see, monkey do”, yang artinya kira-kira adalah, anak akan melakukan sesuatu karena melihat apa yang ada di depan matanya sendiri. Sekarang saatnya kita introspeksi, apakah anak kita menjadi tidak penurut karena mencontoh sikap/perbuatan kita sendiri?

Saat anak kita ternyata kurang penurut, yang perlu kita lakukan adalah mengoreksi sikap tersebut dengan bijaksana, sambil memberi conton yang baik untuk jadi acuan anak itu sendiri. Namun, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya? Anak Bunda memiliki karakter yang penurut dan selalu mengikuti setiap perintah yang diberikan padanya?

Sebagian orang tua pasti merasa senang. Akan tetapi, apakah sifat penurut pada anak sudah tentu berarti baik? Kenyataannya tidak selalu begitu lho, Bun. Nah, kali ini mari kita bahas sisi positif dan negatif dari sifat penurut pada anak-anak.

Sisi positif anak memiliki sifat penurut

Tentu saja ada dampak positif dari sifat anak yang penurut. Salah satu yang paling bermanfaat adalah membuat anak jadi disiplin. Kedisiplinan dapat membuat anak tumbuh jadi individu yang teratur, cerdas, punya perhitungan yang matang akan segala hal, dan dapat diandalkan. Sifat penurut dan disiplin ini juga dapat membuat anak memiliki jiwa kepemimpinan di masa depan. Wah, siapa yang gak mau punya anak dengan sifat/karakter seperti ini ya, Bun?

Namun, sebelum Bunda bersikeras ingin punya anak penurut, perlu dicari tahu terlebih dahulu, sifat penurut tersebut, timbul dari pemahaman yang tepat, atau justru timbul karena terpaksa atau dipicu rasa takut? Karena sayangnya, sifat penurut yang datang dari 2 alasan tersebut, justru akan lebih banyak dampak negatifnya, ketimbang positif.

Baca juga: 4 Tipe Pola Asuh Anak, Bunda Termasuk Yang Mana?

 

| Shutterstock

 

Dampak negatif sifat anak yang penurut

Sifat penurut yang timbul karena terpaksa dapat membuat anak jadi tertekan di awalnya. Meski seiring dengan berjalannya waktu anak dapat mengubah sifat penurutnya jadi suatu kebiasaan baik yang tidak melulu karena terpaksa, mereka akan memiliki kecenderungan untuk mengabaikan pendapatnya sendiri.

Selanjutnya, kondisi ini dapat membuat anak jadi pribadi yang minder atau rendah diri dan merasa pendapatnya tidak akan didengarkan (tidak penting). Mereka akan jadi pasif dan mendapat kesulitan saat harus memutuskan sesuatu sendirian. Anak juga akan tertekan jika dilepas sendirian dalam situasi tertentu dan tidak dapat memecahkan masalah serta mencari solusi.

Sedangkan anak yang jadi penurut karena ketakutan, rentan menjadi korban bullying di lingkungan sekolah maupun pergaulan. Mereka akan kesulitan membela diri sendiri meski tidak bersalah. Tentu Bunda gak mau kan, anak kesayangannya jadi korban bully?

Selain itu, membentuk karakter anak jadi penurut secara paksa atau berlebihan, juga akan berdampak pada rusaknya hubungan, kepercayaan, dan chemistry antara orang tua dan anak. Anak-anak bisa saja membuat citra palsu akan diri mereka di depan orang tua, dan jadi agresif di belakang pantauan orang tua.

 

Jadi, sebelum memaksa anak jadi penurut, atau mengeluh karena sifat anak yang tidak cukup penurut, sebaiknya orang tua mengambil peran sebagai panutan sekaligus orang kepercayaan anak, layaknya sahabat. Dengan begitu, anak akan lebih terbuka, jadi dirinya sendiri, dan mampu diajak berdiskusi untuk saling mendengar pendapat, termasuk permintaan atau harapan orang tua terhadap sifat anak.

Menurut artinya memahami bahwa apa yang diarahkan orang tua merupakan hal baik yang benar-benar bermanfaat bagi anak. Di sisi lain, orang tua juga perlu memberi ruang pada anak untuk berkompromi dengan cara mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat anak, serta melakukan adjusting terhadap perintah atau arahan orang tua pada mereka.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi