Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Setuju kan, Bun? Karena keinginan ini, orang tua rela bekerja keras dan mendedikasikan waktunya untuk memberi kehidupan layak dengan segala kesempatan dan fasilitas yang dibutuhkan anak.
Tapi sayangnya, dalam kadar yang berlebihan, usaha orang tua ‘memberi yang terbaik’ justru dapat jadi boomerang baik bagi anak, atau bagi orang tua sendiri. Adapun yang dimaksud dengan boomerang adalah efek balik yang tidak baik.
Untuk anak-anak misalnya, sangat mungkin mereka merasa tertekan dengan segala yang ‘ditawarkan’ orang tua, padahal tidak sesuai minat atau keinginan anak.
Sebaliknya bagi orang tua, berusaha terlalu keras – atau berlebihan, dapat memicu stres yang dimulai dari overthinking.
Bunda pasti sudah pernah mendengar istilah overthinking sebelumnya. Overthinking adalah kondisi dimana kita memikirkan sesuatu yang belum terjadi secara berlebihan. Awalnya, overthinking bisa saja berasal dari harapan yang baik untuk menghasilkan sesuatu yang sempurna, tapi di sisi lain overthinking juga dapat merusak rencana dan harapan, bahkan jauh sebelum kegagalan benar-benar terjadi.
Baca juga: Zoominar Kanya.ID: Mengenal Konsep Mindful Parenting Bersama Hanlie Muliani M.Psi
Apa penyebab overthinking?
Pada kasus pola asuh orang tua, overthinking dipicu rasa ingin memberikan segala hal untuk membuat anak tumbuh jadi sosok yang baik, membanggakan, dan ekspektasi baik lainnya. Sedangkan orang tua hanyalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Saat orang tua sampai kepada limit tertentu, atau orang tua melihat anak mereka ternyata belum atau tidak bisa menyamai standar yang diharapkan, mereka mulai overthinking.
Orang tua merasa diri mereka tidak cukup baik, dan atau, orang tua merasa anak mereka tidak cukup mendapat kesempatan serta fasilitas. Orang tua akan mulai menyalahkan diri sendiri dan stres.
Apa yang dapat orang tua lakukan?
Memahami bahwa diri sendiri overthinking adalah langkah pertama yang penting dilakukan. Jangan mengelak (denial) karena hanya akan mempersulit keadaan. Jika telah memahami bahwa Bunda/Ayah overthinking, selanjutnya ada dua hal yang dapat dilakukan untuk sedikit demi sedikit mengeliminasi tindakan atau sifat ini.
1. Batasi penerimaan informasi
Mengacu ke sosial media, segala informasi tersedia dengan sangat terbuka dan dalam jumlah banyak, termasuk soal perkembangan anak. Hindari memperhatikan tumbuh kembang atau prestasi anak lain (misalnya anak dari salah satu teman yang Bunda follow di Instagram) secara berlebihan, karena dapat memicu Bunda membandingkannya dengan anak sendiri.
Pahami bahwa setiap anak berbeda dan istimewa dengan caranya masing-masing. Berfokuslah pada tumbuh kembang anak Bunda dan pastikan dalam prosesnya, kedua belah pihak (orang tua dan anak) bersenang-senang.
Baca juga: Bikin Ketagihan, Drakor The Penthouse Bahas Banyak Isu Parenting
2. Belajar untuk menerima kenyataan dan fokus pada kemampuan anak
Jika belum bisa berjalan di usia 12 bulan, saat bayi lainnya sudah mulai meloncat, Bunda tidak perlu overthinking dan menghakimi proses tumbuh kembang si kecil. Jika anak Bunda belum bisa bicara lancar di usia 2 tahun saat anak lain bahkan sudah mampu bernyanyi, yang perlu Bunda lakukan adalah menerima keadaan untuk kemudian fokus menstimulasi si kecil agar terus menerus menambah perbendaharaan kata.
Intinya, berfokuslah pada perkembangan anak, dan berhenti menyalahkan diri sendiri. Misalnya, jika Bunda bekerja dan harus menitipkan anak sehingga merasa kurang berperan dalam melatih tumbuh kembangnya, Bunda dapat memanfaatkan akhir pekan dengan sungguh-sungguh sebagai gantinya. Hadir, menemani dan memastikan si kecil bahagia adalah yang terpenting, lebih daripada overthinking karena milestone yang belum terpenuhi.
Jangan lupa ya Bunda, overthinking tidak akan mengubah keadaan. Hanya respon yang tepat dapat melakukannya.
Baca juga: Awas Terjebak Toxic Parenting!