If you have never been hated by your child, you have never been a parent.
Bette Davis

Kunci Sukses Potty Training Terletak pada Orang Tua yang Siap

author
Ruth Sinambela
Rabu, 6 Oktober 2021 | 12:31 WIB
Toilet training | Shutterstock

Setuju gak sih Bun saat membaca judul di atas? Kita sering dapat artikel seputar tips dan trik sukses melakukan potty training pada anak. Mulai dari sounding, memastikan tanda-tanda anak siap, juga memperlengkapi toilet dengan berbagai benda ramah anak untuk mempermudah serta membuatnya tertarik buang air kecil dan besar di toilet. Tapi, ada satu aspek paling penting yang kadang lupa “disiapkan”, yaitu mental orang tua.

Kenapa hal ini jadi penting? Karena, sudah berkali-kali para ahli berkata bahwa anak adalah gambaran dari orang tuanya. Jika orang tua siap, besar kemungkinan anak juga akan siap. Dan sebaliknya, jika anak tampak masih belum dapat menunjukkan kemajuan dalam proses potty training, sangat mungkin sebenarnya sang orang tua juga belum siap 100 persen.

Baca juga: 5 Cara Mudah Potty Training

 

Siap seperti apa sih yang dimaksud?

Siap bukan berarti anak tiba-tiba langsung bisa berkata “Bunda, pipis” atau “Bunda, pupup” lalu berlari ke toilet dan membuka celana. Siap di sini, adalah kemampuan Bunda menerima bahwa kata “training” pada istilah potty training ya berarti latihan. Dan dalam latihan, kesalahan atau kegagalan itu adalah sesuatu yang biasa.

Bagaimana reaksi Bunda saat si kecil bilang “Bunda, pipis” dan celananya sudah basah? Atau yang lebih parah, kotorannya sudah hampir jatuh ke lantai? Jika Bunda masih panik dan memarahi anak, kemudian stress sampai akhirnya menyerah dan memakaikan lagi popok kepada anak – karena merasa membersihkan karpet yang kena air seni atau kotoran akan sangat memberatkan, tentu saja Bunda belum bisa dikatakan siap.

Siap harus satu paket ya, Bun. Gak boleh pilih-pilih. Misalnya, Bunda mengaku siap cuci celana yang basah atau kotor, tapi tidak siap membersihkan lantai yang basah karena si kecil masih ngompol.

| Shutterstock

Kedua orang tua harus bekerjasama

Dan, meski Bunda mungkin adalah caregiver utama dari anak, Ayah yang bekerja di luar rumah sekalipun juga harus “siap” dan wajib berperan dalam proses potty training. Misalnya, karena seharian Bunda sudah melakukan tugas sebagai potty trainer, di sore dan malam hari saat sampai rumah, Ayah lah yang bertugas melakukan fungsi tersebut. 

Sedangkan saat weekend, Bunda dan Ayah bisa melakukan peran potty trainer ini bersama-sama. Misalnya, Bunda yang lari menggendong anak ke toilet saat menunjukkan gelagat buang air, dan ayah yang membersihkan lantai jika ternyata si kecil sudah terlanjur sedikit mengompol. Duh, kalau kerjasama seperti ini dilakukan semua orang tua, gak aka nada lagi deh istilah “parents’ goals” karena semua orang tua sudah jadi “goals” buat anaknya masing-masing.

Kerjasama Bunda dan Ayah juga tidak hanya bisa dilakukan secara fisik, lho. Saling menyemangati dan memuji kehebatan perjuangan masing-masing selama masa potty training juga diperlukan supaya dalam kurun waktu tersebut, tidak ada salah satu orang tua yang merasa lelah secara fisik dan atau stress secara mental, dan kemudian menyerah – jika ternyata si kecil butuh waktu sedikit lebih lama dari harapan, untuk potty training.

 

Jadi, apa Bunda dan Ayah sudah 100 persen siap jadi potty trainer? Semangat ya!

Baca juga: Pakai Tisu Toilet Bahaya? Cek Faktanya!

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ruth Sinambela