Pernah mendapat komplain dari anggota keluarga, atau orang terdekat lainnya terkait kebiasaan Bunda dalam “menyimpan” barang secara berlebihan? hati-hati, Bun. Bisa jadi Bunda mengalami hoarding disorder.
Nah, apa sih hoarding disorder itu? Berikut ini penjelasannya.
Melansir Alodokter.com, hoarding disorder adalah perilaku menimbun barang yang tidak terpakai karena dianggap akan berguna di kemudian hari, bersejarah, dan memiliki nilai sentimental.
Baca juga: Hati-hati, 8 Hal Ini Pertanda Kamu Kecanduan Belanja
Gimana Bun, merasa familiar dengan penjelasan di atas?
Banyak yang menyangka kalau kebiasaan menyimpan barang merupakan sesuatu yang wajar. Kenyataannya, jika dibiarkan terus menerus, hal ini justru bisa membawa kerugian baik bagi yang melakukannya, maupun bagi orang lain yang hidup berdampingan dengannya.
Kerugian tersebut mencakup dampak negatif dalam hal kesehatan fisik juga mental. Coba Bunda bayangkan, ketika ada begitu banyak barang tidak terpakai yang dibiarkan tertimbun untuk jangka waktu lama, debu dan berbagai jenis kotoran akan mulai muncul. Tidak terkecuali binatang-binatang kecil yang hidup di sekitarnya, seperti kutu, tikus, kecoak, dan lain-lain. Hampir pasti hal ini akan memberi dampak yang buruk untuk kesehatan siapa saja yang tinggal di lokasi tersebut bukan?
Sedangkan dari segi mental, hidup bersama seseorang yang memiliki hoarding disorder (biasa disebut hoarder) juga tidak mudah. Keluarga atau orang terdekat mungkin saja akan terganggu dengan keberadaan barang-barang yang ditimbun. Tidak jarang orang lain akan stres berada dalam situasi ini, dan kemudian timbul konflik.
Baca juga: ART Nggak Balik? Sebelum Panik, Simak Tips Supaya Dapur Nggak Cepat Kotor dan Berantakan
Di sisi lain, mereka yang mengalami hoarding disorder juga akan mudah tersinggung jika orang lain menyampaikan keberatannya akan keberadaan barang-barang yang ditimbun. Mereka juga akan lebih mudah curiga – merasa orang lain akan membuang barang miliknya, dan resah berlebihan memikirkan hal tersebut benar-benar terjadi.
Apa penyebab Hoarding Disorder?
Ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan seseorang jadi hoarder. Diantaranya adalah trauma atas peristiwa traumatis seperti ditinggal orang terdekat, pernah mengalami musibah (sehingga tidak mampu membayangkan diri ‘kehilangan’ sesuatu, dan juga faktor keturunan – yang membuat mereka merasa tindakannya normal karena telah dilakukan terlebih dahulu oleh orang tuanya.
Oh ya, jangan lupa kalau hoarding disorder tidak hanya dilakukan dengan cara menimbun barang bekas atau lama yang sudah tua. Namun juga didukung oleh kecanduan belanja secara impulsif sehingga barang yang dimiliki namun tidak dipakai ini juga banyak yang kondisinya masih baru.
Tsundoku – kebiasaan membeli buku yang tidak dibaca
Jika hoarding disorder adalah kebiasaan menimbun semua jenis barang, khusus untuk orang yang suka menimbun buku namun tidak pernah dibaca, disebut tsundoku. Mereka yang disebut tsundoku biasanya memang adalah orang-orang yang punya minat tinggi dalam membaca.
Bisa jadi sebelumnya mereka tidak memiliki kemampuan membeli buku (bukan berasal dari keluarga yang berada atau punya minat baca tinggi), hingga kemudian di kondisi ekonomi tertentu – yang memungkinkan untuk membeli buku – hasrat tersebut jadi menggebu-gebu dan tidak terkendali.
Mereka akan mulai membeli buku dengan anggapan bahwa kebiasaan ini lebih baik dari pada membeli hal-hal tak berguna, namun tidak diikuti dengan kemampuan untuk membaca buku itu sendiri. Misalnya karena sibuk, atau tidak benar-benar menyukai isi bukunya (hanya tertarik melihat cover).
Baca juga: Kebiasaan Orangtua Yang Bisa Berdampak Buruk Pada Anak
Apa yang bisa Bunda lakukan?
Minta dukungan orang terdekat untuk membantu Bunda keluar dari situasi ini. Atau, jika ada orang terdekat lain yang mengalaminya, Bunda justru bisa berperan untuk menolong. Idealnya, orang lain tidak perlu serta merta membuang barang timbunan milik seorang hoarder.
Alih-alih mengeksekusi langsung (membuang), bantuan orang terdekat dibutuhkan untuk jadi pengingat yang mengontrol hoarder untuk tidak membeli lebih banyak barang baru. Selain itu, juga mendukung hoarder untuk memilah dan ‘menyingkirkan’ sendiri barang yang sama sekali tidak perlu secara perlahan, bertahap, dan berkelanjutan.
Jika bantuan orang terdekat dianggap kurang mampu mengatasi masalah ini, jangan ragu untuk meminta bantuan profesional seperti psikolog/psikiater ya, Bun. Karena hoarding disorder sudah termasuk dalam masalah kesehatan mental dan tidak boleh diabaikan – karena semakin bertambahnya usia, seorang hoarder akan semakin parah gejala, kebiasaan, serta sulit sekali untuk bisa lepas dari kondisi ini.