Sebagai perempuan, Bunda yang bekerja dan berkarir harus tahu nih, apa saja hak pekerja khususnya pekerja perempuan, yang harus didapatkan oleh semua pekerja perempuan di Indonesia.
Karena hak pekerja perempuan ini telah diatur di dalam Undang-undang, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak mendapatkan hak-hak yang telah diatur pemerintah untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan pekerja perempuan berikut ini, Bun.
Baca Juga: Mengajarkan Kesetaraan Antara Anak Perempuan dan Anak Laki-Laki Sejak Dini
Jam kerja
Sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 pasal 76 ayat 1 hingga 5 disebutkan bahwa, pekerja atau buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga 07.00, Bun.
Kemudian di ayat selanjutnya disebutkan bahwa pengusaha tidak diizinkan mempekerjakan perempuan yang sedang hamil, sesuai anjuran dokter, untuk bekerja di jam 23.00 hingga 07.00.
Selain itu, apabila perusahaan mempekerjakan perempuan di jam tersebut, maka perusahaan itu wajib menyediakan fasilitas keamanan di tempat kerja, makanan dan minuman yang bergizi, dan angkutan antar jemput bagi pekerja/ buruh wanita tersebut lho, Bun!
Belum lagi, pada pasal 77 ayat 2, perusahaan juga dilarang mempekerjakan karyawan lebih dari 7 jam sehari atau sekitar 40 jam per minggu selama 6 hari kerja dalam seminggu. Dan 8 jam kerja sehari atau sekitar 40 jam per minggu untuk 5 hari kerja.
Apabila melebihi jam kerja di atas, maka hal tersebut harus berdasarkan persetujuan pekerja, dengan waktu lembur maksimal 3 jam dalam sehari dan 14 jam dalam seminggu disertai bayaran tambahan dari perusahaan.
Cuti haid
Berdasarkan aturan UU No 13 tahun 2003 pasal 81 ayat 1 yang berbunyi, ”Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”
Kenyataannya, peraturan ini belum banyak diketahui dan didapatkan oleh pekerja perempuan yang memang membutuhkannya, Bun. Oleh karena itu, Bunda yang memerlukan hak cuti ini, mulai sekarang tak perlu sungkan atau ragu untuk mengajukannya, ya. Selain itu, pihak perusahaan juga berkewajiban untuk membayar penuh hak cuti ini.
Baca Juga: Belajar dari Priyanka Chopra, Pentingnya Kemandirian Finansial Pada Perempuan
Cuti hamil dan melahirkan
Peraturan mengenai cuti hamil dan melahirkan diatur di dalam UU No 13 tahun 2003 pasal 82 ayat 1-2, Bun. Sudah banyak yang tahu dan sadar akan hak cuti ini, yang di dalam peraturannya disebutkan bahwa, pekerja wanita memperoleh hak istirahat sebelum melahirkan selama 1,5 bulan dan 1,5 bulan lagi sesudah melahirkan.
Pada pelaksanaannya, biasanya cuti ini diatur sesuai dengan peraturan dan kondisi perusahaan, Bun. Banyak juga perusahaan yang meminta pekerja perempuannya untuk mengambil cuti melahirkan segera setelah melakukan persalinan, 1 minggu sebelum waktu melahirkan, atau 1 bulan sebelum waktu melahirkan. Pada intinya, cuti melahirkan di Indonesia adalah 3 bulan, Bun.
Hak mendapatkan cek kesehatan, pra kehamilan hingga pasca persalinan
Hak ini didapat oleh pekerja perempuan dari BPJS Kesehatan yang sudah dibayarkan oleh perusahaan, Bun. Namun, ada juga perusahaan yang memberikan fasilitas tambahan dengan asuransi kesehatan selain BPJS Kesehatan. Sehingga hak ini dapat bervariasi di setiap perusahaan.
Hak cuti keguguran
Ketika Bunda mengalami keguguran, ternyata Bunda juga memiliki hak untuk cuti tanpa pemotongan gaji dan hak cuti yang Bunda miliki, lho.
Peraturan ini tertuang dalam UU No 13 tahun 2003 pasal 82 ayat 2, Bun. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa karyawan perempuan yang mengalami keguguran memiliki hak cuti selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dari dokter atau bidan yang bersangkutan. Begitu pula Ayah/Suami, sebagaimana diatur dalam UU no 13 tahun 2003 pasal 93 ayat 2c.
Tempat yang layak untuk menyusui/memompa ASI
Walau belum banyak perusahaan yang menyediakan hak ini untuk pekerja perempuannya, beberapa perusahaan besar sudah mulai memberikan perhatiannya dan menyediakan tempat yang layak dan waktu yang fleksibel untuk pekerja perempuannya yang memerlukan hal ini lho, Bun!
Baca Juga: Karyawan Terjebak Comfort Zone? Ini 3 Penyebabnya
Larangan PHK
Larangan PHK ini khusus diatur untuk pekerja perempuan yang kondisinya sedang melahirkan, hamil, keguguran, menyusui, atau menikah. Hal ini diatur dalam pasal 153 ayat 1.
Gimana, Bun, hak-hak yang mana saja yang sudah Bunda rasakan manfaatnya dan telah terpenuhi di perusahaan atau tempat Bunda bekerja?