Dihadiri oleh sejumlah organisasi yang vokal membela dan melindungi hak-hak perempuan. Mulai dari organisasi perempuan Indonesia, LBH Apik Jakarta, Perhimpunan Jiwa Sehat, hingga Puan Seni Indonesia. Rapat paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, akhirnya mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU TPKS!
Baca Juga: Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Ini Cara Mengatasinya
Buah manis dari penantian dan perjuangan selama 6 tahun
Momen bersejarah yang terjadi pada Selasa (12/4/2022), menjadi buah manis di tengah semakin banyaknya kasus kekerasan seksual yang dialami, khususnya oleh kaum perempuan di Indonesia.
Sering kali kurang mendapat penanganan maksimal karena terbatasnya Undang-undang yang mengatur mengenai TPKS. Kini, masyarakat Indonesia dapat bernapas lega karena UU TPKS baru saja disahkan oleh DPR RI melalui pengambilan keputusan tingkat II. Hingga akhirnya UU TPKS disahkan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dan disetujui oleh hampir seluruh fraksi, kecuali Fraksi PKS yang menjadi satu-satunya fraksi yang menolak, walau bukan dalam artian menolak seluruh isi substansi, RUU TPKS juga UU TPKS.
Poin penting dalam UU TPKS
Berisikan poin-poin tambahan yang menyempurnakan UU yang mengatur mengenai tindak pidana kekerasan seksual, ini dia poin-poin penting yang Bunda harus tahu dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini, Bun!
Baca Juga: 16 Fakta Kekerasan Terhadap Perempuan
- Segala bentuk pelecehan seksual kini sah disebut kekerasan seksual. Selain itu, kepolisian tidak boleh menolak pengaduan perkara kekerasan seksual atas alasan apapun.
- Melindungi korban revenge porn, sebab kini telah diatur dan dipisahkan dalam UU mengenai mana pelaku dan mana korban.
- Kekerasan seksual di dalam dan di luar perkawinan sama-sama bisa dihukum.
- Perbuatan mengawinkan korban pemerkosaan dan pelaku bisa dipidana! Termasuk juga pemaksaan perkawinan, yakni perkawinan anak, dan kawin paksa atas nama budaya.
- Pelaku tindak pidana kekerasan seksual tertentu bisa dihukum membayar restitusi (ganti rugi pada korban), hak asuhnya dicabut, identitasnya diumumkan, dan kekayaannya dirampas.
- Korporasi bisa ditetapkan sebagai pelaku kekerasan seksual.
- Restorative justice atau penyelesaian perkara hukum di luar pengadilan hanya boleh dipakai untuk kasus kekerasan seksual yang pelakunya masih anak-anak! Tidak pada kasus KDRT, dan lain sebagainya.
- Keterangan saksi/korban dan 1 alat bukti sah sudah cukup untuk menetapkan terdakwa. Kini korban tak akan lagi merasa dirugikan, karena minimnya bukti dan saksi pada kasus kekerasan seksual.
- Korban berhak mendapat pendamping di semua tingkat pemeriksaan.
- Terpidana kekerasan seksual wajib membayar ganti rugi atau restitusi kepada korban. Negara juga berhak menyita kekayaan terpidana. Apabila kekayaan terpidana tak cukup untuk membayar restitusi, negaralah yang wajib membayarkan kompensasi pada korban, menggunakan skema Dana Bantuan Korban.
Membaca poin-poin penting di atas, rasanya lega dan bahagia sekali ya, Bun! UU TPKS seperti menjadi angin segar bagi seluruh masyarakat yang selama ini sudah gerah akan maraknya kasus kekerasan seksual, yang sering kali tak dapat terselesaikan secara adil. Kini, korban kekerasan seksual bisa mendapatkan haknya dan keadilan yang seadil-adilnya, Bun.
Sehingga diharapkan pula, dengan disahkannya UU TPKS ini, dapat menghancurkan perbuatan-perbuatan atau tindak kejahatan maupun kekerasan seksual di Indonesia, yang selama ini seperti fenomena gunung es.
Baca Juga: 10 Fakta Tentang Kekerasan Terhadap Anak yang Bikin Miris
Kita doakan semoga pihak-pihak berwajib dan berwenang ke depannya dapat menggunakan UU TPKS yang baru dengan semaksimal mungkin, sebagai alat untuk mengadili dan menghukum terpidana. Memberi keadilan dan mengembalikan kekuatan juga kesehatan mental bagi para korban. Terlebih lagi, mengatur dan mencegah terulangnya kasus-kasus kekerasan seksual di kemudian hari.
Sekali lagi, selamat untuk seluruh masyarakat Indonesia atas disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual!