Pernah nggak sih, Bunda menuntut putri kecil Bunda untuk selalu bersikap sopan dan penurut? Meminta bahkan mewajibkan mereka untuk menjaga sikap, berperilaku yang baik, bahkan harus selalu menyenangkan orang lain?
Hati-hati, Bun. Meskipun mengajarkan dan membiasakan si kecil untuk bersikap baik merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang tua. Namun, Bunda dan Ayah wajib juga mengetahui batasan-batasan agar si kecil, khususnya putri kecil Bunda tidak sampai merasa terpaksa melakukannya.
Baca Juga: Vaksin HPV Gratis untuk Anak Perempuan Dimulai Agustus Mendatang
Meraih kebahagiaan di masa depan
Mengesampingkan perkembangan dan kemajuan zaman, dimana nilai dan harkat kaum perempuan kini dipandang setara dengan kaum laki-laki dalam segala hal, merupakan sebuah keputusan yang kurang baik.
Tentu Bunda ingin putri kecil Bunda di masa depan dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki, minati, dan cintai bukan? Putri kecil Bunda pun, tentu ingin tumbuh menjadi dirinya sendiri dan mampu menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Karena bagaimanapun hal ini merupakan salah satu kebutuhan terpenting yang diperlukan manusia untuk menjadi insan yang penuh dan bahagia.
Standar ideal perempuan di dalam masyarakat
Meskipun harus diakui di zaman sekarang ini, walau tak serta-merta diperlihatkan dengan jelas, masih banyak golongan masyarakat yang menganggap bahwa kaum perempuan lebih rendah statusnya daripada laki-laki, Bun.
Hal ini lah yang sejak lama membentuk standar ideal yang diperuntukkan bagi kaum perempuan, termasuk juga anak-anak perempuan. Dimana perempuan harus bersikap sesuai dengan kriteria atau standar tersebut, dan diikuti pula oleh anggapan-anggapan miring yang menyerangnya apabila tak mau atau tak bisa memenuhi kriteria atau standar tersebut.
Menyusup ke dalam pola asuh anak
Bahkan Bunda dan Ayah mungkin saja telah ikut menuntut standar dan kriteria, yang sering kali tak disadari telah menyusup masuk ke dalam pola asuh yang diterapkan kepada putri-putri kecil Bunda di rumah, lho!
“Anak perempuan harus duduk manis, nggak boleh lari-lari, lompat-lompat, seperti anak laki-laki!”
“Anak perempuan kok, manjat-manjat, seperti anak laki-laki.”
Seringnya terdengar ucapan yang kurang lebih sama seperti ini dari orang tua, merupakan bukti bahwa Bunda dan Ayah tanpa sadar, sebenarnya telah memberi perlakuan yang berbeda bagi anak laki-laki dan anak perempuan.
Bahwa anak laki-laki-laki boleh melakukan suatu hal sedangkan anak perempuan tidak boleh, merupakan sebuah batasan yang sebaiknya tidak diperkenalkan atau diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya, Bun.
Baca Juga: Mengajarkan Kesetaraan Antara Anak Perempuan dan Anak Laki-Laki Sejak Dini
“The good girl syndrome”
Pola asuh seperti inilah yang menjadi salah satu alasan semakin banyak ditemui “the good girl syndrome” pada anak-anak, remaja, maupun perempuan dewasa. Dimana seorang anak perempuan diwajibkan bahkan dipaksa untuk menuruti segala standar dan kriteria “anak perempuan yang baik” di dalam masyarakat.
Dengan kata lain, the good girl syndrome merupakan sikap dimana seorang perempuan memaksa dirinya untuk selalu bersikap baik dan menyenangkan orang lain, tanpa memikirkan perasaan atau haknya sendiri. Ia akan takut mengecewakan orang lain, takut berbicara dan menyakiti orang, menghindari konflik, menaati peraturan, dan juga sulit menolak permintaan orang lain, sehingga sering memaksakan diri, kurang dapat mengembangkan diri, dan tidak menikmati kehidupannya, Bun.
Bukan keinginan sendiri
Bukanlah hal yang buruk apabila orang tua ingin membiasakan dan melatih anak selalu bersikap baik di mana pun dan kepada siapa pun. Namun yang salah dan dapat berpotensi membentuk “the good girl syndrome” ini adalah bilamana orang tua terlalu memaksakan hal ini, misalnya dengan memarahi berlebihan, bahkan menghukum si kecil yang tidak mematuhi keinginan orang tuanya untuk menjadi anak baik yang “sempurna”.
Padahal bagi anak-anak, bereksplorasi dengan sebebas-bebasnya, asal mereka aman dan tak menyakiti orang lain, sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mental dan tumbuh kembangnya, Bun.
Maka ketika orang tua tak memperhatikan hal ini dan malah memberi banyak batasan ketat pada anak, akan sangat mungkin ia akan tumbuh menjadi anak yang terlihat baik-baik saja, padahal ia hanya “berpura-pura” baik untuk menyenangkan orang tuanya, orang-orang di sekitarnya, dan tidak merasa bahagia.
Baca Juga: Belajar dari Priyanka Chopra, Pentingnya Kemandirian Finansial Pada Perempuan
Yuk, menimbang dan menilai kembali baik dan buruknya pola asuh yang Bunda dan Ayah berikan pada si kecil, khususnya anak perempuan, dan tidak lagi memaksakan kehendak sebagai orang tua, melainkan lebih mendengar lagi perasaan dan pemikiran si kecil mengenai dirinya, keinginan, dan pendapatnya ya, Bunda dan Ayah hebat.