Ingin terus mengikuti perkembangan atau pun memantau tumbuh kembang anak tentu merupakan hal yang baik, Bun. Namun hati-hati, jangan sampai Bunda jadi “terlalu” ikut campur dalam segala segi kehidupan si kecil dan malah menjadi orang tua yang overprotective atau terlalu mengatur.
Pada awalnya, mungkin saja Bunda merasa bahwa apa yang Bunda lakukan pada dasarnya hanya demi kebaikan si kecil sendiri, meski begitu, seiring bertambahnya usia anak, apabila Bunda terbiasa dan terus-menerus melakukannya, justru malah dapat merugikan anak, lho!
Hal ini pula lah yang mendasari timbulnya perilaku “helicopter parenting” dimana gaya pengasuhan ini merupakan gaya pengasuhan yang kurang baik untuk diterapkan pada anak.
Baca Juga: 6 Tips Parenting Ala Ibunda Maudy Ayunda
Pengertian helicopter parenting
Seperti dilansir dari ibupedia, istilah “helicopter” yang dipakai untuk menggambarkan orang tua, sebenarnya sudah dipakai sejak tahun 1969 oleh Dr. Haim Ginott, lewat bukunya yang berjudul Parents & Teenager.
Di bukunya, Dr. Ginott menuliskan bahwa sebagian remaja mengibaratkan orang tua sering kali seperti melayang di atas mereka layaknya helikopter, Bun. Dari situlah kemudian istilah helicopter parent jadi dikenal masyarakat luas hingga kini.
Helicopter parenting sendiri merupakan sikap atau gaya pengasuhan yang seperti namanya, mengibaratkan Bunda maupun Ayah sebagai “helikopter” yang selalu terbang di atas kepala anak.
Dengan terbiasa mengatur, mengawasi, bahkan juga ikut terlibat dalam setiap kegiatan, tindakan, maupun pengambilan keputusan yang berhubungan dengan si kecil, dari hal-hal remeh yang sebenarnya dapat diatasi sendiri oleh anak, hingga hal-hal yang besar.
Seperti mengatur jadwal anak, dimana sebenarnya usia anak sudah cukup mampu untuk dapat mengatur jadwal sehari-harinya sendiri. Hingga pendidikan tinggi, ketika anak semakin dewasa dan tak terbiasa mengambil keputusan sendiri, maka cita-cita bahkan pilihan universitas dan jurusannya pun harus mengikuti kemauan orang tuanya.
Penyebab orang tua menjadi over protective
Helicopter parenting pada dasarnya timbul karena adanya rasa tidak percaya dan rasa tidak aman dari si orang tua sendiri, Bun. Jadi, bukan masalahnya anak tidak dapat diberi tanggung jawab, namun lebih ke masalah ketidak percayaan dan ketidak mampuan orang tua untuk membiarkan anak melakukan sesuatu sendiri, membuat kesalahan dan belajar untuk memperbaikinya, atau karena sifat perfeksionis yang pada akhirnya justru melukai perasaan anak.
Sering kali orang tua lupa, bahwa sebenarnya kesalahan dapat membuat anak belajar dan mengerti arti sebuah usaha, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Dimana dari situlah akan lahir karakter anak yang bertanggung jawab, memiliki etos kerja yang tinggi, mandiri, bersemangat, ceria, jujur, dan disiplin.
Baca Juga: Menerapkan Pola Asuh Positif atau Positive Parenting pada Si Kecil
Trauma di masa lalu atau saat Bunda maupun Ayah masih anak-anak, juga bisa menjadi salah satu penyebab perilaku helicopter parenting, Bun. Masa kecil yang kurang perhatian dari orang tua, merasa diabaikan dan tidak diperhatikan, tidak mendapat kebutuhan-kebutuhan fisik maupun mental, dan lain sebagainya, dapat menimbulkan perasaan ingin memberi “lebih” yang bahayanya apabila tidak disadari batas-batasnya, justru akan merugikan anak sekarang dan di masa depan, Bun.
Ciri-ciri helicopter parenting
Yuk, sama-sama menilai pola pengasuhan Bunda, agar dapat mengurangi dan sedikit-demi sedikit meninggalkan pola asuh ini. Nah, untuk membantu Bunda mengenali helicopter parenting, berikut ini ciri-cirinya seperti dilansir dari WebMD, Bun:
- Selalu terlibat dalam konflik yang melibatkan si kecil, misalnya ketika anak bertengkar atau bermasalah dengan teman sekolahnya.
- Menyelesaikan tugas-tugas anak, termasuk tugas sekolahnya, tanpa ragu.
- Tak segan menegur, menggurui, atau mengatur guru sekolah maupun pelatih anak, ketika anak melakukan kesalahan. Dimana ini sudah mulai mengarah ke toxic parenting ya, Bun.
- Selalu mengikuti atau mendampingi anak ke mana pun anak pergi. Bahkan saat anak menghadiri ulang tahun temannya, ngemal bersama teman sekolah, dan lain sebagainya.
- Tidak akan membiarkan anak mengalami kegagalan. Dalam hal apa pun.
- Bersikap overprotective.
Akibat yang dapat ditimbulkan pola pengasuhan helicopter parenting
- Stres dan gangguan kecemasan
- Anak jadi sering dan mudah berbohong
- Tidak dapat memecahkan masalah
- Tidak percaya diri
- Tidak memiliki kemampuan untuk hidup mandiri
- Sulit beradaptasi di lingkungan baru
- Sulit untuk bersosialisasi
- Mudah tersinggung atau sensitif
- Membenci orang tua mereka, secara diam-diam atau terang-terangan
Bagaimana menghindari atau menghentikan pola asuh helicopter parenting
Nah, kalau Bunda maupun Ayah sudah menyadari dampak panjangnya, dan tidak ingin sampai si kecil merasakannya kelak, barulah Bunda dan Ayah dapat menanyakan ke diri sendiri, bagaimana sebaiknya Bunda dan Ayah bersikap.
Apakah harus semua urusan si kecil diselesaikan oleh orang tua? Apa tidak bisa ia melakukannya sendiri? Atau tanyakan lah pada anak bagaimana perasaan dan pendapatnya, dan dengarkan lah dengan sepenuh hati juga pikiran terbuka.
Kemudian, dengan sekuat tenaga, bawa diri Bunda untuk mengizinkan atau membiarkan anak memutuskan, memilih, dan melakukannya sendiri, Bun. Saat ia melakukan kesalahan, biarkanlah dan ajak ia untuk memahami kesalahan dan belajar memperbaikinya, sendiri!
Baca Juga: Afirmasi Positif: Sangat Penting bagi Kesehatan Fisik dan Mental Anak
Nggak mau kan, Bun, si kecil sampai mengalami akibat jangka panjang yang dapat ditimbulkan helicopter parenting padanya? Mungkin saat masih kecil seperti sekarang ini, Bunda dan si kecil belum terlalu merasakan dampak merugikannya, namun jangan sampai deh, Bun, dilanjutin pola asuh ini, karena akan sangat merugikan si kecil kelak di masa depan.
Yuk, sama-sama mengingatkan diri sendiri maupun pasangan, juga memperbaiki pola asuh yang mungkin sudah terlanjur salah, dan mulai menggantinya dengan memilih cara-cara mengasuh yang lebih aman, ramah anak, dan mudah diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.