Love as powerful as your mother’s for you leaves its own mark to have been loved so deeply .. will give us some protection forever.
J.K. Rowling

Ini Bahayanya Menjadikan Anak Sebagai Investasi!

author
Ruth Sinambela
Senin, 1 Agustus 2022 | 15:04 WIB
Memaksakan sesuatu pada anak dengan dalih demi kebaikan anak, terutama dalam hal minat dan bakat anak, adalah hal yang sebaiknya dihindari | SHUTTERSTOCK

Tak bisa dipungkiri, tanpa disadari orang tua sering kali mengucapkan hal-hal seperti bagaimana seharusnya seorang anak kelak dapat sukses, membanggakan, dan bisa membahagiakan keluarganya, baik pada anak maupun orang lain. Padahal, menurut para ahli, kata-kata serupa itu sebaiknya tidak diucapkan di hadapan anak lho, Bun. Apalagi mengucapkannya langsung kepada mereka!

Kata-kata yang mungkin saja menurut anggapan Bunda dan Ayah adalah sebuah kalimat untuk memotivasi anak ini, sebenarnya tidaklah demikian bagi si kecil. Mungkin bagi beberapa anak hal ini bisa menjadi motivasi, tapi tidak bagi sebagian anak. Yang mungkin malah menjadikan hal tersebut sebagai beban serta kewajiban atau tanggung jawabnya.

Baca Juga: 5 Tips Mudah Mengembangkan Bakat Anak yang Bisa Bunda Lakukan Sekarang

Sehingga banyak ditemui di kehidupan nyata, anak-anak yang menanggung beban atau tanggung jawab untuk menjadi “sesuatu” di masa depan bagi keluarganya, akhirnya malah merasa tertekan hingga depresi.

Apa saja sih, akibat negatif yang dapat dialami si kecil karena tuntutan maupun keinginan orang tua yang dianggap harus diwujudkan dari mereka?

Anak tidak dilahirkan untuk memenuhi ekspektasi orang tua dalam hal apa pun, termasuk minat dan bakat | Shutterstock

Tidak bisa menjadi dirinya sendiri

Karena terlalu memikirkan kebahagiaan orang tuanya, anak kadang kala terbiasa harus mengikuti apa pun yang orang tuanya tuntut dari mereka. Dan berakhir dengan tumbuh tidak menjadi dirinya sendiri. Tidak bisa mengembangkan minat dan bakatnya, bahkan sangat mungkin tidak mengetahui sama sekali minat dan bakatnya, karena terlampau sibuk untuk mewujudkan ekspektasi orang tuanya.

Berbahaya sekali, Bun. Karena kalau sampai si kecil kelak merasa tak puas dengan dirinya sendiri, maka masalah-masalah mental bisa menyerang pertahanan dirinya. Dan sangat mungkin berakhir menjadi depresi.

Gagal dan mendapat perundungan

Banyak terjadi di kehidupan sehari-hari, anak yang terlalu dituntut untuk sukses dan berhasil dalam segala hal, ketika mereka mengalami kegagalan, maka berbagai komentar negatif segera menyerangnya bahkan dari orang tuanya sendiri.

Baca Juga: Afirmasi Positif: Sangat Penting bagi Kesehatan Fisik dan Mental Anak

Biasa terjadi karena ekspektasi orang tua yang terlalu tinggi, hingga menumpahkan kekecewaan pada buah hatinya. Hal ini menurut psikolog anak, bisa dianggap sebagai perundungan anak dari orang tuanya sendiri lho, Bun.

Kalau saja orang tua dapat lebih berempati, alangkah rapuhnya perasaan anak yang telah dipaksa berusaha, mencoba, gagal, dan dianggap sebagai anak yang mengecewakan orang tuanya. Yuk, lebih perhatian pada kehidupan dan batin anak  ya, Bun.

Yuk cari tahu, apakah si kecil benar-benar bahagia atau hanya berpura-pura bahagia | Shutterstock

Terpaksa dan berpura-pura

Tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh Bunda dan Ayah, ketika si kecil kelihatannya berprestasi dalam suatu bidang yang Bunda “pilihkan” atau “arahkan” untuknya, sebaiknya tetaplah perhatikan gerak-gerik anak, dan bagaimana ia menjalaninya? Apakah benar-benar tulus atau hanya terpaksa? Apakah ia Bahagia, atau justru hanya berpura-pura Bahagia?

Kadang kala anak memang memiliki bakat di bidang tertentu yang sudah Bunda lihat dan arahkan untuknya, namun dalam prakteknya, terlalu ikut campurnya orang tua, juga beban serta tanggung jawab yang orang tua berikan pada anak, menjadikan minat anak akan sesuatu berkurang hingga sama sekali menghilang, dan pada akhirnya hanya meneruskan hal tersebut semata-mata demi memuaskan dan menyenangkan orang tuanya saja. Duh, jangan sampai ya, Bun!

Baca Juga: The Good Girl Syndrome yang Bisa Bikin Anak Tak Bahagia

Jangan sampai pemikiran-pemikiran seperti “demi masa depan anak” atau “demi kebaikan anak” menjadi alasan Bunda dan Ayah memaksakan sesuatu pada si kecil, ya. Mendorong, mendukung, dan memfasilitasi anak dalam menjalani kehidupannya tentu menjadi kewajiban orang tua. Namun, meminta atau mengharapkan mereka untuk menggenapi keinginan orang tua, kita setuju ya, Bun, untuk lebih mewaspadai hal tersebut, dan jangan sampai melakukannya.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi