Banyak beredar di media sosial sejak beberapa minggu ke belakang, hingga kini konten menakut-nakuti anak dengan suara hantu dan mengunci mereka di ruangan, masih viral di berbagai platform media sosial, seperti Tiktok dan Instagram.
Hal ini tentu menjadi sesuatu yang “tidak wajar” karena yang melakukannya adalah orang dewasa, yang mungkin merupakan orang tua, atau keluarga dekat si anak, dan tentunya merupakan sosok yang dikagumi, dipercaya, bahkan disayangi oleh mereka ya, Bun.
Baca Juga: Rasa Takut Anak Sesuai Fase Usia
Ironis sekali ketika orang dewasa malah tertawa terkekeh-kekeh ketika ada seorang anak yang menangis histeris akibat aksi iseng yang kurang bijaksana tersebut. Mungkin mereka lupa, kalau anak-anak pun sesungguhnya memiliki perasaan yang harus dijaga dan dihargai, selayaknya perasaan orang dewasa. Bahwa sesungguhnya perasaan yang mereka rasakan juga nyata bukannya berbeda.
Memicu trauma
Ketika anak disuguhkan dengan berbagai konten menyeramkan di media sosial, atau mungkin game yang mereka mainkan saja, sudah tentu akan memberi dampak yang kurang baik bagi tumbuh kembangnya. Apalagi dengan melakukan tindakan seperti mengunci anak sendirian dan menakut-nakutinya dengan suara horor, Bun!
Bagaimana tidak, anak-anak pada usia prasekolah ke atas sedang dalam tahap mempelajari banyak hal, termasuk juga mempelajari berbagai perasaan yang bisa mereka rasakan. Anak akan belajar mengenai apa yang mereka suka dan tidak, sesuatu yang aman atau membahayakan, membedakan realita dan fantasi, hingga mengenali dan mengasah insting mereka sendiri. Sedangkan terlalu banyak konten “horor” atau menakut-nakuti ternyata kurang memberi manfaat positif bagi perkembangan psikis dan mentalnya.
Baca Juga: Anak Takut Pada Sesuatu, Normalkah?
Respon dari orang dewasa
Seringkali anak-anak belum mampu memahami situasi dan bagaimana ia harus bersikap ketika menghadapi suatu kejadian yang baginya merupakan hal yang sangat sulit atau menakutkan.
Sehingga ketika ia merasa takut dan orang di sekitarnya justru menganggapnya penakut dan menertawakannya, hal ini menurut psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si, Psi, seperti dilansir dari Health.Detik, dapat menyebabkan disonansi kognitif atau sesuatu yang membingungkan anak dan memunculkan trauma.
Tentunya diperlukan respon yang cepat atau real time untuk bisa mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Kesadaran orang tua atau orang dewasa lainnya ketika menyadari kalau perbuatan mereka menyebabkan efek luar biasa pada diri si kecil, dalam hal ini menangis histeris dan ketakutan. Maka beberapa tindakan berikut ini wajib dilakukan:
- Menenangkan, dengan memeluk
- Menanyakan dan memvalidasi perasaannya
- Menjelaskan situasi yang sebenarnya, bahwa suara tersebut hanya suara rekaman
- Memberi sanksi tegas pada keluarga lain yang menakut-nakuti anak
- Meminta maaf dengan tulus pada anak
Dengan begitu, anak akan memahami kalau perasaan yang dia rasakan bukanlah suatu kesalahan, apalagi menganggap rendah dirinya sendiri. Lain kali ketika ia dihadapkan pada situasi yang mirip, anak akan mampu berpikir jernih dan menenangkan perasaannya sendiri.
Baca Juga: 2 Tipe Penyebab Trauma Makan pada Anak, dan Bagaimana Mengatasinya
Bunda-bunda hebat, yuk, lebih bijaksana lagi dalam memilih tontonan atau konten yang sesuai untuk usia si kecil! Juga, tetaplah mengawasi si kecil saat menggunakan gadget agar tidak terjerumus pada hal-hal yang salah dan tidak baik untuk pembentukan karakternya di masa depan.