Di tengah duka pasca terjadinya tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) usai berakhirnya pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang hingga kini masih menyisakan luka yang mendalam. Berbagai kisah yang dituliskan oleh suporter yang selamat dari tragedi tersebut pun mulai banyak bermunculan dan menceritakan kisah mencekam yang mereka alami pada malam kejadian.
Meski penyidikan masih terus dilakukan oleh pihak Kepolisian dan hingga kini belum ada fakta-fakta yang disampaikan oleh pihak berwajib mengenai tragedi ini, namun banyak spekulasi di masyarakat yang menyebutkan ricuhnya situasi pada saat itu hingga alasan mengapa korban meninggal banyak berjatuhan.
Baca Juga: Ngobrolin Perceraian Atau Musibah Ke Anak, Ini 7 Tipsnya
Gas air mata, sesaknya penonton, hingga pitch invasion, atau seperti dilansir dari football-tribe, merupakan bentuk protes paling tinggi dari para penggemar selain mengibarkan poster atau bendera di bangku penonton. Sebuah ungkapan kekecewaan tertinggi yang bisa dilakukan oleh seorang penggemar yang mencintai tim mereka. Sebuah kejengahan yang sudah tidak tertahan lagi. Merupakan beberapa faktor yang ketika bergabung dapat menyebabkan tragedi sebesar ini, sepilu ini.
Korban anak bertambah menjadi 33 orang
Kejengahan yang tidak tertahankan lagi itu pun pada akhirnya harus mengorbankan nyawa-nyawa tak berdosa, anak-anak yang tak berdaya dan harus merasakan sakit di tengah gas air mata, terhimpit hingga terinjak, dan meninggal.
125 orang meninggal dan diantaranya ada 33 nyawa anak-anak berusia 4-17 tahun ikut menjadi korban jiwa. Anak yang meninggal bersama kedua orangtuanya, anak yang kehilangan orang tua mereka di depan mata mereka sendiri, orang tua yang kehilangan anak-anak mereka. Belum lagi puluhan yang terluka dan tengah menjalani perawatan.
Bagaimana pertanggungjawaban dapat mereka terima? Siapa yang harus disalahkan, kalau saja semua pihak dapat berpikir dingin dan melangkah mundur sebelum tragedi terjadi. Namun nasi sudah menjadi bubur.
Baca Juga: Jangan Dilarang, Lakukan 6 Hal Ini Saat Anak Menangis
Tragedi sepakbola terbesar kedua yang pernah terjadi di dunia
Berikut ini merupakan tragedi terbesar di sepanjang sejarah sepakbola dunia, seperti dilansir dari Bola.com, Bun:
- 24 Mei 1964, Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, 328 Orang Tewas
- 1 Oktober 2022, Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Indonesia, 125 Orang Tewas
- 9 Mei 2001, Accra Sports Stadium Disaster, Accra, Ghana, 126 Orang Tewas
- 15 April 1989, Hillsborough Disaster, Sheffield, Inggris, 96 Orang Tewas
- 12 Maret 1988, Kathmandu Hailstorm Disaster, Kathmandu, Nepal, 93 Orang Tewas
- 16 Oktober 1996, Mateo Flores National Disaster, Guatemala City, Guatemala, 80 Orang Tewas
- 1 Februari 2012, Port Said Stadium Riot, Port Said, Mesir, 70 Orang Tewas
- 23 Juni 1968, Puerta 12, Estadion Monumental, Buenos Aires, Argentina, 71 Orang Tewas
- 2 Januari 1971, Second Ibrox Stadium Disaster Glasgow, Skotlandia, 66 Orang Tewas
- 20 Oktober 1982, Luzhniki Disaster, Leni Stadium, Moskow, Uni Soviet, 66 Orang Tewas
Negara yang kita cintai ini kini resmi menjadi 2 teratas dari daftar suram sepakbola dunia, dimana nyawa melayang akibat berbagai faktor yang selalu teramat disayangkan apabila direnungkan. Namun memberikan luka yang nyata dan pasti, akan kepergian orang-orang terkasih dari tengah-tengah ratusan keluarga yang berduka.
“Tidak satupun pertandingan sepakbola yang seharga satu nyawa manusia” merupakan ungkapan yang sejatinya sangat tepat untuk direnungkan oleh semua pihak. Pihak berwajib harus mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan, dan seluruh pihak belajar dari apa yang telah terjadi. Agar cukup sampai di sini. Jangan sampai ada duka seperti ini lagi.
Baca Juga: Perlukah Mengenalkan Kompetisi Pada Anak?
Kini, izinkan seluruh keluarga besar Kanya menyampaikan turut berduka cita kepada seluruh korban Tragedi Kanjuruhan serta ikut mendoakan agar korban mendapat tempat terbaik di Sisi Tuhan dan seluruh keluarga korban diberi kekuatan, serta upaya dalam pengusutan hingga perbaikan ke depannya dapat membuahkan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Amin.