Orang tua mana yang tak bangga memiliki anak yang selalu atau langganan juara, baik juara kelas maupun juara di bidang lain, seperti musik, olahraga, dan lain sebagainya. Namun apakah anak yang selalu juara harus terus-terusan juara apalagi dipaksa dan ditekan hingga batas akhir untuk terus memberikan prestasi? Atau harus sampai merasa sangat kecewa hingga menangis berlebihan saat mengalami kekalahan?
Wajarkah ketika seorang anak menjadi sangat berambisi dan terobsesi sekali untuk bisa meraih juara lagi dan lagi? Atau justru hal ini dapat dimaknai sebagai motivasi yang kurang baik bagi orang tua maupun anak?
Baca Juga: 5 Tips Mudah Mengembangkan Bakat Anak yang Bisa Bunda Lakukan Sekarang
Bagaimana pun harus kita akui, meski kelihatannya baik-baik saja kemungkinan besar ada yang salah pada diri orang tua maupun dari dalam diri anak sendiri. Karena sewajarnya, anak yang sehat mentalnya tidak akan memaksakan diri untuk selalu juara, apalagi sampai menangisi dan menyalahkan dirinya sendiri secara berlebihan ketika gagal atau kalah.
Pentingnya peran orang tua
Sebagai orang yang paling dekat dengan anak, Bunda tentu boleh-boleh saja mendukung, memberi semangat, dan memberikan kesempatan untuk si kecil mengembangkan diri dan bakatnya, baik di bidang pendidikan formal maupun non-formal.
Hanya saja yang wajib Bunda perhatikan adalah harus adanya kesenangan dan kegembiraan yang terus-menerus terpancar dari dalam diri anak ketika mereka menjalaninya. Jangan sampai, karena terlalu fokus dengan prestasi atau meraih gelar juara, anak menjadi tertekan dan terpaksa menjalaninya.
Atau bisa juga, anak tumbuh dan terbentuk menjadi pribadi yang “harus menang tidak boleh kalah” sehingga secara tak disadari menjadi sering memaksakan diri. Atau juga merasa sangat sedih, kecewa, marah, dan menyalahkan diri saat mengalami kekalahan atau kegagalan.
Untuk itu, peran Bunda dan Ayah agar bisa mendampingi anak hingga mampu mengenali perasaannya dan juga menikmati proses yang ia jalani, menikmati pula keseruan saat melakukan aktivitas ataupun pelajaran yang ia tekuni. Sehingga saat ia berhasil meraih juara pun, ia akan dapat bebas merasa senang, puas, dan bangga akan dirinya.
Kompetitif atau terobsesi?
Berbeda dengan sifat kompetitif yang seringkali ada di dalam diri anak, sikap terobsesi mungkin akan memberikan dampak yang kurang baik, Bun. Bahkan kompetitif pun, apabila tak ada lagi unsur kesenangan yang bisa dirasakan di dalamnya, maka perlu dicermati lagi apa yang sebenarnya dicari dari sebuah prestasi.
Ciri-ciri anak kompetitif:
- Berusaha memberikan yang terbaik, misalnya dengan disiplin belajar atau latihan.
- Bersenang-senang dengan teman-teman seusianya di bidang yang ia tekuni.
- Tahu caranya memanfaatkan waktu untuk kegiatan lain selain belajar dan latihan.
- Bersemangat setiap kali mengikuti kelas maupun kegiatan di luar sekolah.
- Mampu memberikan pujian yang tulus pada teman di bidang atau kegiatan yang sama-sama ditekuni.
- Banyak tertawa dan tersenyum, selalu merasa gembira menjalani aktivitasnya.
Ciri-ciri anak terobsesi:
- Kelihatan tertekan.
- Terlalu banyak berlatih hingga kelelahan atau jatuh sakit.
- Tidak percaya diri.
- Tidak menikmati aktivitas yang ditekuni.
- Tujuan akhirnya adalah hadiah atau piala.
- Menganggap orang lain saingan dan tidak mau bergaul.
Ciri-ciri anak tertekan:
- Sering menangis.
- Tidak mau belajar atau berlatih.
- Menutup diri, tidak mau bergaul.
- Mengalami penurunan berat badan.
- Lebih banyak berdiam diri.
Masih banyak lagi ciri-ciri yang bisa Bunda perhatikan dari anak yang terobsesi dengan kemenangan atau trophy. Meski demikian beberapa ciri-ciri di atas mungkin dapat mewakili. Jangan sampai kita sebagai orang tua mengabaikan tanda-tanda terobsesi dan mungkin juga tertekan atau terpaksa di dalam diri anak ya, Bun.
Bunda tentu tak mau menyesal nantinya, kan? Apalagi kalau sampai membuat anak jadi kehilangan kebahagiaan dan tidak menikmati masa kecilnya. Bahkan lebih jauh lagi, bagaimana kalau sampai si kecil merasa tidak utuh dan memiliki luka di hatinya? Maka trauma yang bisa ia bawa hingga dewasa mungkin tak bisa dihindari.
Baca Juga: 8 Nutrisi Untuk Meningkatkan Kecerdasan Anak
Yuk, sama-sama ambil waktu dan pikirkan lagi, apakah prestasi adalah hal yang wajib untuk didapatkan? Apakah kecerdasan dan kemampuan anak hanya bisa berkembang di dalam sebuah kompetisi? Bisa iya dan tidak, Bun. Namun yang paling penting adalah bagaimana anak menikmati waktu berharganya dan mendapatkan pengalaman juga perasaan yang sehat baik untuk sekarang dan di masa depan, terutama di dalam tumbuh kembang mentalnya.
So, mulai sekarang jangan lagi terlalu fokus pada hasil, sebaliknya ajaklah si kecil untuk menikmati prosesnya ya, Bun. Semangat!