Silent disease pada anak merupakan penyakit yang tidak menampakkan gejala apa pun. Si kecil akan tetap tampak aktif, sehat, dan ceria, meski sebenarnya tubuh anak tengah mengalami penurunan kondisi akibat penyakit tertentu, Bun.
Ciri utama yang harus diwaspadai dari silent disease pada anak yaitu ketika berat badan anak tidak kunjung naik, atau justru berkurang selama 2-3 bulan berturut-turut. Meski demikian, gejala tambahan lain yang disebabkan oleh penyakit silent disease yang diderita anak tentu akan berbeda-beda.
Berikut ini beberapa kondisi silent disease yang paling sering ditemukan pada anak!
Baca Juga: Ini 4 Penyakit “The Silent Killer” Terbanyak di Indonesia
ADB (Anemia Defisiensi Besi)
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, ADB merupakan salah satu jenis silent disease yang lebih berisiko dan tinggi angka kasusnya. Penyebabnya sendiri adalah kurangnya zat besi di dalam tubuh anak, yang apabila dibiarkan atau terlambat diatasi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, perkembangan kecerdasan, juga memengaruhi fungsi tubuh secara normal.
Gejala ADB:
- Mudah lelah
- Mudah sakit
- Kepala pusing atau berkunang-kunang
- Denyut jantung yang cepat
- Kulit terlihat pucat, terutama di sekitar tangan, kuku, dan kelopak mata
- Anak menjadi lebih rewel
- Berat badan seret
ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi medis dimana saluran kemih anak mengalami infeksi yang diakibatkan oleh bakteri E. Coli. Biasanya, anak dapat terinfeksi bakteri E. Coli karena kurangnya menjaga kebersihan genital atau alat berkemihnya.
Ketika si kecil mengalami ISK, gejala yang paling umum dirasakan adalah demam tinggi, dan alat kelaminnya mungkin akan terasa sakit saat buang air kecil.
Untuk mencegah ISK, Bunda perlu berhati-hati saat membersihkan alat kelamin anak. Terutama bagi anak perempuan, infeksi saluran kemih lebih sering terjadi karena uretra anak perempuan lebih pendek dan lebih dekat ke anus. Bunda perlu memberi pengertian sejak dini bagaimana menjaga dan membersihkan genital dengan baik.
Baca Juga: Penyakit Infeksi yang Paling Sering Menyerang Anak dan Pencegahannya
TBC (Tuberculosis)
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 tercatat ada setidaknya 10 juta orang yang terjangkit TB, dan 1,1 juta diantaranya merupakan anak-anak!
TB pada anak sendiri dapat terjadi melalui proses yang sama seperti orang dewasa, yaitu terhirupnya bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang ada di udara atau lingkungan sekitar. Namun bedanya, anak-anak yang terkena TB kemungkinan besar tidak tertular dari teman sebayanya, melainkan dari orang dewasa yang menderita penyakit tersebut.
Kabar baiknya, apabila sedini mungkin diketahui dan diobati TB pada anak dapat dicegah atau sembuh sepenuhnya dengan mengonsumsi obat-obatan secara teratur. Melansir dari halaman TB Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, gejala umum TB pada anak adalah batuk, demam dan penurunan berat badan, Bun. Sedangkan gejala utamanya adalah lesu dan penurunan keaktifan.
Alergi berat
Melansir fari GueSehat.com, alergi yang terjadi sejak usia dini faktanya bisa menyebabkan berat badan anak susah naik dan berdampak serius pada pertumbuhannya secara keseluruhan jika tidak ditangani dengan baik.
Baca Juga: Waspada! Anemia Defisiensi Besi (ADB) Dapat Mengganggu Perkembangan Kecerdasan Anak
Berikut ini reaksi alergi yang bisa Bunda dan Ayah amati pada si kecil:
- Muncul ruam di pipi, badan, di balik kuping, lipatan leher, lipatan siku, serta dermatitis seboroik.
- Ada pula reaksi alergi yang istimewa, seperti BAB berdarah karena alergi susu sapi atau sering muntah.
- Sembelit.
- Alergi juga bisa muncul dalam bentuk yang samar seperti berat badan tidak naik.
Gangguan endokrin
Berikut ini macam-macam gangguan endokrin pada anak:
- Diabetes
- Obesitas
- Masalah tulang
- Gangguan perkembangan seksual
- Gangguan pada kelenjar adrenal
- Gangguan hipofisis (gangguan yang mempengaruhi sekresi hormon di kelenjar pituitari)
- Gangguan tiroid, seperti pembesaran kelenjar tiroid (gondok), hipotiroid, dan hipertiroid
- Gangguan pertumbuhan, seperti perawakan pendek
- Masalah sistem reproduksi dan pubertas
- Kanker kelenjar endokrin
- Kekurangan vitamin D, yang bisa menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang, hingga hipokalsemia (kadar kalsium rendah)
- Gula darah rendah (hipoglikemia)
Baca Juga: Kata Dokter: 4 Langkah Penanganan Alergi Makanan Pada Anak
Meski salah satu ciri utama pada silent disease adalah berat badan anak yang tidak mengalami kenaikan selama 2 sampai 3 bulan berturut-turut. Perlu diingat bahwa ketika berat badan si kecil tidak naik pun belum tentu si kecil mengalami silent disease ya, Bun.
Diperlukan pemeriksaan penunjang dan mendalam untuk memastikan apakah si kecil mengalami silent disease atau tidak. Untuk itu, Bunda dapat berkonsultasi pada dokter spesialis anak terlebih dahulu untuk mengetahui perlu tidaknya si kecil menemui spesialis tumbuh kembang anak dan menjalankan pemeriksaan lanjutan yang lebih lengkap.