Being a parent has made me more open, more connected to myself, more happy, and more creative. I’m more discerning in what I do and how I do it. It’s just made me a better person all the way around.
Alicia Keys

White Lies pada Anak, Bolehkah?

author
Ruth Sinambela
Selasa, 23 Mei 2023 | 10:40 WIB
Daripada berbohong demi kebaikan anak, lebih baik mengatakan yang sebenarnya dengan penjelasan yang mudah dipahami anak, Bun | Shutterstock

White lies atau berbohong demi kebaikan, khususnya pada anak-anak, bukanlah sikap yang bisa dibenarkan lho, Bunda.

Misalnya ketika Bunda menyuapi si kecil yang tidak mau menghabiskan makanannya. Mengatakan hal-hal seperti, “Kalau makanannya tidak dihabiskan nanti nasinya nangis, lho!” merupakan salah satu contoh white lies yang mungkin pernah Bunda katakan pada si kecil secara tidak disengaja.

Baca Juga: Alasan Orang Tua Berbohong pada Anak, Hati-hati Konsekuensinya!

Padahal, white lies seperti contoh di atas tidak boleh dilakukan meski untuk alasan apa pun. Sebaliknya, akan sangat bijaksana apabila Bunda tidak memaksa anak makan karena hal tersebut justru bisa membuat anak merasa trauma. 

Atau apabila memungkinkan, daripada berbohong kalau nasi menangis. Bunda bisa mengajak anak untuk memahami bagaimana sulitnya petani menanam padi di sawah, serta bagaimana Ayah maupun Bunda harus bekerja keras untuk bisa mencukupi kebutuhan nutrisi mereka lewat makanan bergizi. Daripada membohongi anak dengan kebohongan-kebohongan putih atau white lies.

Nalar anak menjadi kurang berkembang
White lies pada dasarnya hanya akan menyulitkan si kecil untuk mencerna kebenaran dan kesulitan membedakan kenyataan dengan yang tidak. Bahkan para ahli sepakat kalau berbohong demi kebaikan justru bisa membuat anak bingung dan menyebabkan nalarnya kurang berkembang.

Kebiasaan berbohong orang tua sangat mungkin menjadi alasan anak mudha berbohong pada orang lain | Shutterstock

Baca Juga: 6 Tips Saat Anak Berbohong

Selain itu, pada dasarnya seorang anak akan melihat orang tuanya sebagai sumber informasi yang akurat dan bisa diandalkan. Bagaimana tidak, kalau Bunda sendiri adalah pusat dunianya. Berhati-hati dalam berucap dan bersikap sangat penting agar anak mampu mengembangkan diri dan tumbuh sebagai versi terbaiknya.

Sebaliknya, apabila Bunda atau Ayah sering berbohong, maka si kecil sangat mungkin meniru perilaku tersebut. Bahkan menyebabkan trust issue apabila kebiasaan negatif ini terus dilakukan hingga ia dewasa.

Berkomunikasi secara terbuka terhadap si kecil merupakan salah satu kunci kesuksesan relasi di dalam keluarga, Bun. Apalagi penelitian juga membuktikan kalau kecenderungan anak berbohong sesungguhnya lebih mungkin terjadi kepada orang yang juga berbohong kepada mereka. 

Baca Juga: Capek Dibohongin. Yuk, Kenali Ciri-Ciri Orang Saat Berbohong, Bun!

Tentu Bunda tak mau kan, anak menjadi pribadi yang meyakini kalau komitmen bukanlah hal yang perlu dijunjung, terutama pada orang-orang yang sering membohonginya, dalam hal ini orang tua mereka sendiri?

Nah lho, bagaimana jadinya hubungan Bunda dan si kecil apabila hal tersebut terjadi? Karena itulah yuk, selalu bersikap jujur pada si kecil. Bunda dan Ayah hebat pasti bisa. Semangat, ya!

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi