Keep your face always toward the sunshine, and shadows will fall behind you
Walt Whitman

Anak Acha Sinaga Alami Hip Dysplasia karena Posisi Lahir Sungsang? Cek Faktanya!

author
Claudia Tari Aplabatansa
Kamis, 14 September 2023 | 10:00 WIB
Kenan, anak Acha Sinaga diagnosa Hip Dysplasia || Instagram @achasinaga |

Baru-baru ini selebriti Acha Sinaga membagikan kabar di media sosial pribadinya terkait kondisi anak keduanya, Keenan (4 bulan), yang mengalami hip dysplasia akibat berada dalam posisi sungsang saat di dalam rahim.

Tahukah, Bunda? Hip dysplasia adalah kelainan pada struktur tulang pinggul yang dapat terjadi sejak lahir. Namun sayangnya, identifikasi hip dysplasia seringkali sulit dilakukan karena kurangnya skrining pada bayi yang baru lahir, terutama di Indonesia.

Tulang pinggul terdiri dari dua komponen, yaitu bola dan soket yang menyatu dalam posisi yang pas. Namun pada kasus hip dysplasia, yang juga dikenal sebagai Developmental Dislocation of the Hip (DDH), bola dan soket ini tidak berada dalam posisi seharusnya sehingga menyebabkan ketidakstabilan yang berpotensi dislokasi saat bayi bergerak.

Baca juga: Mengenal Sarkoma Ewing, Kanker Tulang pada Anak

Lahir Sungsang dan Bedong

Hip dysplasia biasanya bisa terdeteksi sejak lahir, dan cenderung terjadi pada bayi perempuan (2-4 kali lebih banyak dari anak laki-laki), anak pertama, atau bayi dengan posisi kelahiran sungsang. Beberapa kasus juga terkait dengan faktor keturunan atau jumlah cairan ketuban yang kurang.

Selain itu, hip dysplasia juga dapat muncul pada tahun pertama kehidupan bayi. Sebuah fakta menarik ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Orthopedic Surgeons, yaitu bayi yang dibedong terlalu ketat dapat meningkatkan risiko dislokasi pada tulang pinggul mereka, yang kemudian dapat menyebabkan hip dysplasia.

Menurut International Hip Dysplasia Institute, berikut adalah beberapa penyebab hip dysplasia pada bayi dan anak:

1.Genetik

Jika ada riwayat keluarga dengan hip dysplasia, maka risiko bayi baru lahir mengalaminya akan lebih tinggi. Statistik menunjukkan:

- Jika seorang anak mengalami hip dysplasia, risiko anak lain mengalami hip dysplasia adalah 6%  (1 dari 17).

- Jika orang tua mengalami hip dysplasia, risiko anak mengalami hip dysplasia adalah 12%  (1 dari 8).

- Jika orang tua dan anak mengalami hip dysplasia, risiko anak berikutnya terkena hip dysplasia adalah 36% (1 dari 3).

2.Anak lahir sungsang

Posisi sungsang dapat meningkatkan risiko hip dysplasia karena tekanan yang diterima oleh tulang pinggul bayi dalam rahim.

3.Tulang bayi masih lunak

Karena tulang bayi masih sangat lunak, risiko dislokasi pada bayi lebih tinggi daripada pada orang dewasa yang memiliki tulang yang lebih keras.

4.Membedong secara berlebihan

Posisi membedong bayi dapat berdampak pada perkembangan hip dysplasia. Jika bayi dibedong dengan paksa untuk meluruskan kaki, risiko hip dysplasia meningkat. Jumlah bayi dengan hip dysplasia di negara yang memiliki kebiasaan membedong bayi lebih tinggi dibandingkan yang tidak. 

5.Anak pertama

Penelitian menunjukkan bahwa 6 dari 10 kasus hip dysplasia terjadi pada kelahiran anak pertama, mungkin karena jalan lahir dan rahim belum mengalami pengalaman sebelumnya.

6.Jenis kelamin perempuan
Sebanyak 8 dari 10 kasus hip dysplasia terjadi pada bayi perempuan.

Baca juga: Coccydynia, Cedera Berbahaya pada Tulang Ekor akibat Jatuh dalam Posisi Duduk

Cegah agar tidak semakin parah dengan Abduction Brace || Shutterstock |

Ciri-Ciri Bayi dengan Hip Dysplasia

Hip dysplasia pada bayi dapat memperlihatkan ciri-ciri, diantaranya perbedaan panjang kaki, bokong yang tidak simetris, mobilitas yang terbatas pada satu sisi, pincang atau jinjit saat mulai berjalan. Jika Bunda melihat tanda-tanda ini pada bayi Bunda, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Disarankan untuk melakukan pemeriksaan X-ray atau ultrasound. American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan melakukan ultrasound pada bayi usia 6 minggu yang berisiko tinggi mengalami hip dysplasia, yaitu bayi perempuan, anak pertama, dan bayi dengan posisi kelahiran sungsang.

Baca juga: Kapan Si Kecil Boleh Diajak Berolahraga di Gym?

Pengobatan Hip Dysplasia 

Dapat bersifat non-bedah atau bedah, tergantung pada tingkat keparahannya. Pengobatan non-bedah bisa mencakup penggunaan alat bantu, sepert braces abduction atau pavlik harness yang digunakan oleh anak Acha Sinaga, untuk mengembalikan bola dan soket tulang pinggul pada posisi yang seharusnya. Sedangkan pengobatan bedah biasanya dipertimbangkan jika pengobatan non-bedah tidak berhasil.

1. Pengobatan non-bedah

- Bayi baru lahir: 

Dokter biasanya akan menggunakan pavlik harness untuk memposisikan paha bayi menjadi mengangkang dan menjaga agar tulang paha berada pada posisi yang benar. 

Pavlik harness digunakan selama 1-2 bulan.

- Usia 1-6 bulan: 

Pengobatan dengan metode pavlik harness, tetapi jika tidak berhasil dapat menggunakan braces abduction yang terbuat dari material yang lebih kuat untuk memposisikan kaki bayi pada posisi yang benar.

- Usia 6 bulan-2 tahun: 

Pengobatan mirip dengan bayi usia 1-6 bulan, dengan tambahan penggunaan skin traction untuk memposisikan ulang tulang paha selama beberapa minggu.

2. Pengobatan bedah

Jika pengobatan non-bedah tidak berhasil, dokter umumnya mempertimbangkan tindakan bedah sesuai dengan tingkat keparahan hip dysplasia pada anak.

Jadi Bunda dan Ayah, jika memang bayi menunjukkan tanda-tanda hip dysplasia, segeralah dikonsultasikan pada dokter. Akan lebih baik lagi, jika memang bayi Bunda termasuk berisiko tinggi mengalami hip dysplasia, lakukanlah screening saat baru lahir. Jika dibiarkan, hip dysplasia dapat menyebabkan komplikasi serius pada anak, seperti ketidakmampuan berjalan dengan normal dan osteoarthritis pada tulang pinggul di masa dewasa.

 

 

 

 

 

Sumber:

https://www.medicalnewstoday.com/articles/hip-dysplasia

https://hipdysplasia.org/developmental-dysplasia-of-the-hip/

https://www.instagram.com/reel/Cw4g4ButmcQ/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==

https://www.verywellhealth.com/hip-dysplasia-7100933

 

Penulis Claudia Tari Aplabatansa
Editor Ratih Sukma Pertiwi