Kabar terjadinya bullying atau perundungan di Binus School, sebuah sekolah internasional di Kawasan BSD, Serpong, Tangerang yang melibatkan anak sulung selebriti Vincent Rompies sebagai salah satu pelaku tengah ramai diperbincangkan, Bun. Bagaimana cerita selengkapnya dan apa sebaiknya yang orang tua lakukan jika anaknya melakukan bullying?
Insiden bullying yang dilakukan oleh sekelompok anak kelas 12 yang tergabung dalam geng sekolah, GT, terhadap junior mereka berawal pada Jumat, 2 Februari 2024. Dari video yang beredar di sosial media dan pengakuan orang tua korban, pada hari tersebut korban diikat di sebuah tiang dan mendapat kekerasan dari para seniornya dengan cara dicekik serta dipukuli menggunakan tangan di perut dan kayu di bagian belakang tubuh. Korban juga diludahi secara bergantian. Geng melakukan kekerasan tersebut dengan dalih sebagai tes fisik dan mental para junior untuk masuk sebagai anggota.
Berulang Kali Dibully
Tak selesai di situ, pada Selasa, 13 Februari 2024 korban kembali dibully dan kali ini dengan disundut pada bagian tangan menggunakan korek api yang dipanaskan. Ironisnya adalah peristiwa kekerasan ini sempat divideokan oleh para pelaku. Berselang dua hari kemudian, geng kembali berencana melakukan bullying yang lebih sadis pada korban. Untungnya, upaya tersebut berhasil digagalkan setelah ibu korban mengetahuinya.
Korban sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan akibat memar parah di beberapa bagian tubuh. Korban memilih diam karena jika ia melawan atau melapor, maka sang adik yang duduk di kelas 6 SD akan dianiaya bahkan dibunuh.
Dikutip dari berbagai sumber, keberadaan GT sudah cukup lama, yaitu turun temurun selama sekitar 9 generasi. Para anggota geng sering melakukan hal-hal menyimpan, seperti kekerasan dan merokok. Para senior geng merekrut anggota dengan iming-iming beragam, seperti status lebih tinggi di sekolah, uang, hingga akses parkir khusus.
Dikutip dari detik.com, pihak sekolah diwakili Corporate PR Binus University, Haris Suhendra, membenarkan kejadian bullying tersebut dan mengakui keterlibatan putra sulung Vincent Rompies, Legolas Rompies sebagai salah satu pelaku. “Sejauh ini dalam penanganan pihak sekolah dan sedang ditindaklanjuti. Kita sudah memanggil yang terlibat dan masih dalam proses. Sanksi mengikuti aturan sekolah yang sudah ada,” terang Haris.
Baca juga: 10 Tanda Anak Dibully di Sekolah
Faktor Penyebab Anak Terlibat Bullying
Banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi korban maupun pelaku bullying. Pertama adalah faktor internal, yaitu hal-hal yang didapat remaja dari dalam dirinya sendiri, seperti:
- Krisis pencapaian atau krisis identitas, terutama masa remaja
- Gagal dalam proses membentuk kepribadian yang baik
- Status yang dimiliki, misalnya ketika remaja pernah melakukan kesalahan atau melanggar hukum
- Kecenderungan remaja lebih menyukai tontonan atau konten yang berbau kekerasan
- Sulit mengontrol diri untuk mendominasi orang lain
- Kondisi kesehatan mental yang tidak baik
Kedua, faktor eksternal yang merupakan hal-hal yang didapat remaja dari luar dirinya, diantaranya:
- Kurangnya perhatian dan kehangatan keluarga
- Kondisi rumah yang tidak sehat dan tidak nyaman
- Kurangnya rekreasi keluarga
- Kurang pengawasan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat
- Kondisi geografis yang tidak subur, kering, dan tandus
- Kesenjangan ekonomi
- Konflik politik
- Kurangnya pemahaman agama
Jika Anak Menjadi Pembully
Mendengar kabar bullying tentu membuat hati para orang tua prihatin dan khawatir jika saja hal tersebut terjadi pada anak-anak kita. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya tumbuh baik dan tidak terlibat bullying, baik sebagai korban maupun pelaku. Maka pola asuh yang sehat dan terbuka menjadi penting dilakukan.
Berkaca dari kasus anak Vincent Rompies, apa yang dapat dilakukan orang tua jika anak ketahuan menjadi pembully? Berikut penjelasan dari Unicef, Bun.
1.Berkomunikasi
Alih-alih langsung menyalahkan, cari tahu terlebih dahulu penyebab anak melakukan bullying. Bisa jadi karena anak ikut-ikutan teman, ancaman dari pihak luar, atau karena pernah menerima perilaku kekerasan dari keluarga atau lingkungan sekitarnya.
Jika anak kesulitan menjelaskan perilakunya, orang tua dapat berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait, seperti konselor sekolah, dewan orang tua, pekerja sosial, atau ahli kesehatan mental yang terlatih untuk menangani anak-anak.
Baca juga: Bahaya Cyberbullying, Cermati Gejala-gejala Anak Jadi Korban
2.Atasi dengan cara sehat
Orang tua bisa meminta anak menjelaskan kondisi mereka, bertukar pikiran, dan mendorong mereka untuk menempatkan diri sebagai korban. Dengan membayangkan pengalaman orang yang dibully, diharapkan anak akan memiliki empati dan kesadaran mana perilaku yang baik dan buruk.
3.Lihat diri orang tua sendiri
Coba tanya dan pikirkan, apakah anak-anak melakukan perilaku bullying karena meniru apa yang mereka lihat dari Ayah dan Bunda sebagai orang tuanya? Apakah anak melakukan perilaku fisik atau emosional menyimpang karena telah mengalaminya dari orangtua atau pengasuh? Lihat ke dalam diri anda dan pikirkan dengan jujur tentang bagaimana kita sebagai orang tua memperlakukan anak.
4.Berikan konsekuensi dan kesempatan untuk memperbaiki diri
Konsekuensi yang pantas dan tanpa kekerasan harus diberikan pada anak yang melakukan bullying. Misalnya, dengan membatasi aktivitas anak yang mendorong terjadinya bullying, seperti pertemuan komunitas dan penggunaan media sosial. Dorong anak untuk mau meminta maaf kepada teman-temannya yang menjadi korban.
Baca juga: Waspadai Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan dan Kekerasan pada Remaja
Agar Anak Jauh dari Perilaku Bullying
Nah, agar anak terhindar dari perilaku bullying, beberapa hal berikut ini dapat dilakukan oleh orang tua.
1.Biasakan untuk berkomunikasi secara intens dan terbuka dengan anak-anak, terutama di masa pra-remaja dan remaja.
Catatannya, lakukan komunikasi dengan cara yang membuat anak-anak nyaman. Hindari terlalu menggurui, mengancam, atau malah menyepelekan.
2.Latih empati anak sedini mungkin sehingga anak cerdas secara emosi dan dapat menilai mana yang baik dan buruk untuknya juga sekitarnya.
3.Awasi tontontan dan lingkungan pergaulan anak.
4.Ajarkan juga bahwa setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan hal itu normal.
5.Peka terhadap perubahan yang terjadi pada fisik dan mental anak, yang ditunjukkan dalam kesehariannya.
10 Tanda Anak Dibully di Sekolah
Terkadang orang tua baru mengetahui bahwa anaknya terlibat bullying ketika hal tersebut telah terjadi berlarut-larut. Berikut ini adalah tanda-tanda yang kemungkinan dialami anak yang mengalami bullying di sekolah:
1.Anak mengalami cedera atau luka tapi tak bisa menjelaskan penyebab luka.
2.Barang-barang milik anak ada yang hilang atau rusak, misalnya baju, buku, atau mainan.
3.Sering mengeluh sakit, biasanya sakit kepala atau sakit perut.
4.Kebiasaan makan mendadak berubah. Nafsu makan hilang atau pulang sekolah langsung minta makan karena di sekolah tidak sempat menyantap bekalnya.
5.Sering mengalami mimpi buruk atau mengalami kesulitan tidur.
6.Enggan atau bahkan tidak mau berangkat ke sekolah, enggan naik mobil jemputan, tidak bersemangat belajar, atau nilai-nilai pelajarannya mendadak turun.
7.Anak mendadak tidak suka bergaul dengan teman-temannya, kadang jadi pendiam.
8.Mulai membully adik atau temannya yang lebih kecil (kadang-kadang melakukan hal seperti yang ia alami).
9.Anak jadi enggak pede, minder, atau mengalami perubahan kepribadian.
10.Tiba-tiba suka merusak atau menyakiti diri sendiri, bahkan terkadang ingin melarikan diri atau bunuh diri.
Yuk, lakukan pola pengasuhan anak-anak dengan sebaik-baiknya yang kita bisa. Semoga anak-anak kita dijauhkan dari perilaku bullying.
Sumber:
https://www.unicef.org/parenting/child-care/how-talk-school-about-bullying
https://kidshealth.org/en/parents/bullies.html
https://childmind.org/article/what-to-do-if-your-child-is-bullying/