Istilah eldest daughter syndrome atau sindrom anak perempuan pertama sempat menjadi trending topic di media sosial. Kenali lebih lanjut ciri-cirinya dan apa sebaiknya yang dilakukan Bunda jika mengalami sindrom ini.
Bunda terlahir sebagai anak perempuan pertama dalam keluarga? Mungkin tanpa disadari Bunda mengalami sindrom anak perempuan pertama. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pengalaman kompleks menjadi anak perempuan tertua dalam keluarga.
Pengalaman tersebut lebih dirasakan sebagai beban emosional dan tanggung jawab berat yang harus dipikul oleh anak perempuan pertama sejak kecil, misalnya bertanggung jawab membantu mengasuh adik-adik, mendapat pekerjaan rumah yang lebih berat, bahkan beban emosional lainnya, seperti menjadi penengah saat terjadi konflik rumah tangga orang tuanya.
Kondisi tersebut kemudian membentuk kepribadian, perilaku, dan pola relasi anak perempuan tersebut hingga dewasa. Namun menurut terapis dr. Avigail Lev, seberapa besar beban yang dilimpahkan pada anak perempuan pertama, bergantung pada faktor-faktor, seperti jumlah saudara kandung, kondisi finansial keluarga, stereotip gender dalam keluarga, dan dinamika keluarga lainnya.
“(Bagi orang tua), kelahiran anak perempuan pertama juga seperti sebuah ‘uji’ karena mereka anak pertama. Anak selanjutnya memperoleh perlakuan lebih baik karena orang tua sudah belajar lebih banyak,” ujar Lev.
Baca juga: Ini 6 Hal yang Paling Dibutuhkan Anak Perempuan dari Ibunya
Ciri-Ciri Sindrom Anak Perempuan Pertama
Terapis pernikahan dan keluarga berlisensi, Kati Morton, dalam akun media sosialnya menjelaskan delapan ciri sindrom anak perempuan tertua. Bahkan postingannya ini kemudian menjadi viral dan memicu pro-kontra.
Berikut ini delapan ciri yang terdapat pada anak yang mengalami sindrom anak perempuan pertama:
1.Memiliki rasa tanggung jawab yang kuat
2.Memiliki prestasi, tipe A, dan sangat bersemangat
3.Sangat mudah khawatir dan merasa cemas
4.Cenderung bersikap sebagai people pleaser, yaitu perilaku cenderung ingin menyenangkan orang lain
5.Sulit menetapkan batasan
6.Membenci saudara dan keluarga
7.Mudah merasa bersalah
8.Mengalami kendala relasi saat dewasa
Parentifikasi
Salah satu masalah yang muncul dari sindrom anak perempuan pertama adalah orang tua memberikan ekspektasi sangat tinggi pada anak. Mereka diharapkan menjadi contoh teladan bagi saudara lainnya, diharapkan bertanggung jawab atas adik-adiknya, sehingga bertindak hampir seperti “orang tua” ketika ibu dan ayah tidak ada. Peran ini jelas jauh melampaui usia dan perkembangan anak.
Dalam jurnal Borchet J (2021) disebutkan fenomena ini sebagai parentifikasi, yaitu anak-anak dipaksa untuk mengambil peran yang sama dengan orang dewasa atau orang tua, jauh sebelum mereka secara perkembangan fisik dan mental siap untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Termasuk juga memberikan tugas-tugas rumah tangga dan pekerjaan rumah yang lebih berat dibanding saudara yang lain dan kerap disalahkan jika ada masalah. Kondisi ini membuat anak perempuan pertama kerap tertekan dan tidak bahagia.
Baca juga: Mengajarkan Kesetaraan Antara Anak Perempuan dan Anak Laki-Laki Sejak Dini
Bukan Kondisi Medis atau Psikologis
Meski populer, istilah sindrom anak perempuan pertama tidak merujuk pada suatu kondisi medis atau psikologis tertentu yang diakui dalam pedoman Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5-TR). Dalam situs Very Well Mind disebutkan bahwa istilah ini merujuk pada pola yang banyak terjadi dalam kehidupan, baik berupa pengalaman langsung atau menyaksikan dampaknya dalam keluarga mereka sendiri.
Namun, ada sebuah studi yang dilakukan selama 15 tahun oleh peneliti Universitas California-Los Angeles. Mereka menemukan bahwa anak perempuan pertama, terutama yang ibunya mengalami tingkat stress prenatal yang tinggi, menjadi lebih cepat dewasa dan mungkin mengalami pubertas adrenal, yang ditandai dengan tumbuhnya jerawat, rambut pada tubuh, dan aspek kematangan kognitif.
Sisi positifnya, pemberian tanggung jawab yang besar menimbulkan kepatuhan, kemandirian, serta sifat pantang menyerah pada anak perempuan pertama. Namun, sebaliknya dapat menimbulkan kecemasan, depresi, rasa bersalah, rasa benci terhadap keluarga, gangguan makan, rasa rendah diri, serta gangguan kepribadian lainnya yang menyulitkan pengembangan dirinya kelak.
Jika Bunda mengalami sindrom ini dan sudah berpengaruh buruk pada aktivitas dan relationship sehari-hari, sebaiknya mintalah bantuan pada tenaga profesional. Selain itu, ambilah waktu me-time agar Bunda bisa melakukan self care atau mengerjakan hobi-hobi yang sempat tertunda. Tentunya, sambil terus berupaya meyakinkan diri bahwa Bunda berhak bahagia dan sama berharganya dengan anggota keluarga lainnya.
Sumber:
https://www.verywellmind.com/eldest-daughter-syndrome-8623347
https://www.tulsakids.com/eldest-daughter-syndrome/
Borchet J, Lewandowska-Walter A, Połomski P, Peplińska A, Hooper LM. The relations among types of parentification, school achievement, and quality of life in early adolescence: An exploratory study. Front Psychol. 2021;12:635171. doi:10.3389/fpsyg.2021.635171