We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.
Franklin D. Roosevelt

Hati-hati Bun, Anemia Defisiensi Besi Bisa Menghambat Tumbuh Kembang Anak!

author
Dini Adica
Senin, 9 Desember 2024 | 15:29 WIB
Salah satu gejala Anemia Defisiensi Besi antara lain, anak jadi lesu, pucat, mudah lelah, dan gampang sakit. | Shutterstock/Sarah Noda

Tahukah Bunda bahwa 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami anemia? Masalah kesehatan ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan otak dan kemampuan belajar anak.

Salah satu penyebab utama anemia pada anak adalah kekurangan zat besi atau yang dikenal sebagai Anemia Defisiensi Besi (ADB). Zat besi adalah komponen utama dalam pembentukan sel darah merah dan hemoglobin.

Selain itu, zat besi juga berperan penting dalam perkembangan otak, di mana nutrisi ini membantu proses mielinisasi (lapisan pelindung sel saraf) dan mempercepat transmisi informasi di otak.

Darah Menstruasi Menggumpal, Normal, Nggak Ya?

Perlu Bunda ketahui, 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak sangat penting karena saat itulah awal terjadinya pertumbuhan dan perkembangan otak.

Saat baru lahir, berat otak bayi 400 gram. Pada usia 2 tahunan, berat otaknya mencapai 1.100 gram. Padahal, otak orang dewasa beratnya 1.400 gram.

“Jadi apa yang terjadi pada awal kehidupan sangat mempengaruhi (perkembangan otak), dan berdampak panjang. Butuh nutrisi dan stimulasi,” papar Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH, dalam talkshow mengenai "Anemia Defisiensi Besi" dalam acara Women Health Expo 2024 di Gedung SMESCO, Jakarta, Sabtu (16/11/2024) lalu.

Otak paling padat pada saat anak berusia 2-3 tahun. Di usia tersebut, otak akan terus tumbuh jika distimulasi. “Kalau tidak akan pruning, atau tidak berkembang lagi,” jelas dr. Bernie.

Di situlah Bunda perlu memastikan Si Kecil tercukupi kebutuhan zat besinya. Selain untuk perkembangan otak, zat besi juga berperan dalam membawa oksigen ke seluruh tubuh, termasuk otak, untuk memberikan energi. Selain itu juga mendukung pertumbuhan tinggi badan dan kemampuan motorik, serta meningkatkan kekebalan sehingga anak tidak mudah sakit.

Kebutuhan Zat Besi Harian dan Sumbernya

Untuk mencegah terjadinya anemia, anak-anak membutuhkan zat besi sesuai usia mereka:

Usia 6–11 bulan: 7–11 mg/hari.
Usia 1–3 tahun: 7 mg/hari.
Usia 4–6 tahun: 10 mg/hari.
Usia 9-13 tahun: 8 mg/hari
Remaja putra >13 tahun: 11 mg
Remaja putri >13 tahun: 15 mg

Mandi Saat Demam, Boleh Atau Tidak Ya? Begini Faktanya

Bunda bisa menyediakan sumber makanan yang kaya zat besi untuk anak. Ada dua jenis sumber zat besi, yaitu Zat Besi Heme (mudah diserap oleh tubuh) dan Zat Besi Non-Heme (lebih sedikit yang diserap oleh tubuh).

Sumber zat besi heme adalah dari protein hewani, seperti daging merah, dada ayam, telur, hati sapi, hati ayam, dan seafood. Sedangkan zat besi non-heme berasal dari sumber nabati seperti sayuran hijau (brokoli, bayam), kacang-kacangan, polong-polongan, dan biji-bijian.

“Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, konsumsi makanan ini dengan vitamin C. Misalnya, jambu biji merah. Itu paling tinggi vitamin C-nya.

“Lalu, hindari makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kafein, tanin, oksalat, dan fitat yang terdapat pada teh, kopi, atau cokelat,” tambah dr. Bernie, yang berpraktik di Klinik Brawijaya Kemang.

Tanda-tanda dan Gejala ADB

Jika kebutuhan zat besi tersebut tidak tercukupi, anak bisa mengalami Anemia Defisiensi Besi (ADB). Beberapa penyebab utama ADB pada anak meliputi:

• Pola makan tidak seimbang atau kurang asupan zat besi.
• Penyakit infeksi kronis yang berulang.
• Ketidaktahuan akan kebutuhan nutrisi penting pada anak.

ADB berkembang melalui tiga tahap:

1. Kekurangan cadangan zat besi di tubuh.
2. Kadar hemoglobin mulai menurun, meski belum terjadi anemia.
3. Jumlah sel darah merah menurun drastis, menyebabkan anemia dan gejala seperti pucat, lelah, hingga gangguan perilaku.

Brain Gym: Latihan Meningkatkan Kecerdasan Anak selama 10 Menit Sehari

Segera konsultasikan ke dokter jika Si Kecil menunjukkan gejala seperti pucat, mudah lelah, sulit konsentrasi, atau memiliki pola makan yang tidak normal.

Gejala yang ditunjukkan anak yang mengalami Anemia Defisiensi Besi antara lain:

• Fisik: pendek, stunting, berat badan susah naik
• Kekebalan tubuh lemah: mudah lelah, gampang sakit, lesu, pucat
• Masalah perilaku: cranky, tantrum, mudah marah, sulit konsentrasi, IQ rendah
• Gangguan makan: nafsu makan kurang, atau kebiasaan makan yang tidak wajar (pika atau makan tanah, dsb).

Ketika tubuh kekurangan zat besi, fungsi otak dan tubuh tidak berjalan optimal. Dampaknya akan menetap hingga dewasa, di mana perkembangan otak akan terganggu:

• Menurunnya produksi mielin dan sinaptogenesis (pembentukan koneksi antarsel otak).
• Kemampuan belajar rendah, skor kognitif dan motorik yang buruk.
• Perilaku sosioemosional terganggu, seperti sulit berkonsentrasi dan mudah marah.

Pencegahan ADB

Lalu bagaimana cara mencegah terjadinya ADB pada anak?

Dr. Bernie mengatakan bahwa orang tua harus memastikan tinggi dan berat badan anak sesuai dengan kurva pertumbuhan yang sesuai. Jika Bunda tidak mengetahui secara pasti grafik pertumbuhan anak, paling mudah tentunya rutin memeriksakannya ke dokter.

7 Trik Bikin Balita Bisa Rutin Tidur Siang

“Kalau untuk anemia ini, kalau anaknya terlihat lesu, kurang konsentrasi… kalau pucat, jadi tidak semangat, itu sudah agak terlambat, ya. Jadi kalau belum pucat pun kemungkinan sudah terjadi defisiensi zat besi,” ujarnya.

Berikut langkah-langkah pencegahan ADB yang bisa dilakukan:

Skrining dan pantau tumbuh kembangnya:
• Periksa tinggi dan berat badan anak secara berkala.
• Waspadai tanda seperti lesu, pucat, dan kurang konsentrasi.

Berikan nutrisi yang tepat:
• Berikan ASI eksklusif hingga 6 bulan, dilanjutkan dengan makanan kaya zat besi.
• Berikan suplemen zat besi jika direkomendasikan oleh dokter.

Stimulasi otak dan aktivitas fisik:
• Ajak anak bermain dan berinteraksi untuk melatih kemampuan kognitif dan motorik mereka.

Dr. Bernie menegaskan, Anemia Defisiensi Besi dapat berdampak dalam jangka panjang pada kualitas hidup anak. Jika tidak ditangani, masalah ini bisa memengaruhi kemampuan belajar, perilaku, hingga produktivitasnya di masa dewasa.

Jika Bunda mencurigai adanya gejala anemia pada anak, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan.

Penulis Dini Adica
Editor Dini Adica