There is no such thing as a perfect parent. So just be a real one.
Sue Atkins

Kasus Arra, dan Fenomena Anak yang Berkembang Lebih Cepat dari Kacamata Peneliti

author
Peter Rotti
Kamis, 20 Maret 2025 | 15:28 WIB
Arra, bocah viral di Instagram yang kritis dan pintar bicara. Anak-anak cenderung meniru gaya bicara, ekspresi, bahkan pemikiran figur publik yang mereka lihat di internet, tanpa benar-benar memahami maknanya. | Instagram @sana.arra_

Beberapa minggu belakangan ini publik sedang dibuat terpukau oleh kehadiran Arra, bocah viral di Instagram. Di usianya yang masih 5 tahun, gadis kecil bernama lengkap Sanaara Gelora Pratama itu terlihat sangat kritis, berani, dan pintar berbicara. Hal ini terlihat dari berbagai konten di akun Instagram-nya, @sana.arra_, yang diunggah orang tuanya.

Hanya saja, banyak warganet yang belakangan kurang bersimpati pada orang tua Arra, pasangan Billi Sandi Pratama dan Mega Vallentina. Mereka menilai pasangan orang tua ini kurang mengajarkan adab pada putrinya saat berinteraksi dengan orang lain. 

Tak jarang Arra menanyakan sesuatu yang sifatnya terlalu pribadi, sehingga membuat host acara TV yang mengundangnya menjadi jengah. Hal ini membuat orang tua Arra sampai membuat video permintaan maaf kepada warganet.

Baca juga: Tajir Melintir, Ben Affleck Ogah Belikan Anaknya Sepatu Mahal

Di era digital ini, siapa pun bisa berekspresi dan menunjukkan bakat mereka tanpa memandang usia. Anak-anak yang masih sangat kecil pun kini memiliki kesempatan untuk tampil di media sosial, berbagi pemikiran, keterampilan, hingga opini yang mengundang perhatian.

Tentu, semua ini tidak terlepas dari peran serta orang tua yang mendukung dan memfasilitasi mereka. Namun, muncul pertanyaan penting: sejauh mana paparan anak di media sosial dapat berdampak pada perkembangan mereka?

Salah satu fenomena yang kini sering terlihat adalah sharenting (dari kata share dan parenting), yaitu tren di mana orang tua membagikan kehidupan anak mereka secara luas di dunia maya.

Sharenting dan Dampaknya bagi Anak

Sharenting adalah praktik orang tua yang secara aktif membagikan aktivitas, perkembangan, bahkan pencapaian anak mereka di media sosial. Meskipun dilakukan dengan niat baik, praktik ini bisa berdampak positif maupun negatif.

Di satu sisi, sharenting dapat menjadi cara untuk mendokumentasikan perkembangan anak dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga serta teman-teman.

Namun, di sisi lain, terlalu banyak mengekspos anak di dunia maya bisa berisiko terhadap privasi, memberikan tekanan berlebih, serta membuka celah bagi komentar negatif dari publik.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak yang terlalu terekspos di media sosial sejak dini bisa mengalami tekanan psikologis karena merasa harus selalu tampil sempurna sesuai ekspektasi orang lain.

Baca juga: Ayah Bunda Masih Bisa Bermesraan Saat Puasa kok, Ini Batasannya!

Di media sosial, kita sering menemukan anak-anak yang memiliki kemampuan berbicara, berpikir, atau berperilaku lebih dewasa dari usianya. Merujuk pada artikel "Digitalization of Media Create Precocious Alpha Generation" yang dimuat di jurnal Spektrum Komunikasi (2023), fenomena Arra ini dikenal sebagai precocious development.

Sisi Negatif Precocious Development

Generasi Alpha terbiasa menggunakan perangkat pintar sejak dini, yang memungkinkan mereka mengakses berbagai informasi dengan cepat dan tanpa batas.

Kemudahan ini membuat mereka lebih cepat memahami konsep-konsep yang sebelumnya hanya dapat diakses oleh orang dewasa.

Namun, paparan yang tinggi terhadap media sosial juga memaksa mereka untuk dewasa sebelum waktunya, baik dalam cara berpikir, berkomunikasi, maupun berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.

Tanpa bimbingan yang tepat, anak-anak ini bisa mengalami perkembangan kognitif yang tidak seimbang dengan perkembangan emosional mereka​.

Media sosial memiliki peran besar dalam membentuk pola pikir anak yang mengalami precocious development. Konten yang tidak tersaring dapat memengaruhi cara mereka melihat dunia, di mana realitas virtual lebih dominan dibandingkan dengan pengalaman nyata.

Anak-anak cenderung meniru gaya bicara, ekspresi, bahkan pemikiran yang mereka lihat dari influencer atau figur publik di internet, tanpa benar-benar memahami maknanya.

Baca juga: 44% Perempuan dan Remaja Perempuan Terinfeksi HIV di Seluruh Dunia

Jika tidak diimbangi dengan kontrol dari orang tua, mereka dapat mengalami kebingungan dalam membedakan antara dunia nyata dan dunia digital, yang pada akhirnya bisa memengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka​.

Menuju Sharenting Sehat: Seimbang dalam Berbagi

Sebagai orang tua, penting untuk menyeimbangkan antara mendukung anak dan melindungi privasi serta perkembangan emosional mereka. Berikut beberapa cara untuk menerapkan sharenting yang sehat:

Batasi informasi yang dibagikan. Hindari membagikan terlalu banyak detail tentang kehidupan anak, terutama informasi yang bisa membahayakan privasi mereka.

• Perhatikan dampaknya pada anak. Pastikan anak merasa nyaman dengan apa yang dibagikan. Jika mereka sudah cukup besar untuk memahami, ajak mereka berdiskusi tentang batasan yang mereka inginkan.

• Fokus pada proses, bukan hanya hasil. Daripada hanya membagikan pencapaian, tunjukkan juga usaha dan perjalanan anak dalam belajar serta berkembang.

• Berikan ruang untuk anak bertumbuh secara alami. Jangan jadikan anak sebagai pusat perhatian di media sosial hanya demi validasi publik. Biarkan mereka berkembang dengan cara yang paling sehat bagi mereka.

Baca juga: Produk Teh dalam Kemasan dengan Seduhan Teh Asli Masih Jadi Favorit

Fenomena anak-anak yang berkembang lebih cepat bukanlah sesuatu yang baru, tetapi dalam era digital, paparan mereka di media sosial semakin tinggi.

Sharenting yang sehat adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara mendukung perkembangan anak dan melindungi mereka dari dampak negatif dunia maya.

Sementara itu, sebagai netizen kita perlu lebih bijaksana dalam menanggapi anak-anak yang tampil di ruang digital agar mereka bisa bertumbuh dalam lingkungan yang lebih positif dan suportif. (Peter Rotti)

Penulis Peter Rotti
Editor Dini Adica